LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL
Nama
Mahasiswa : Adam Tirtaputra
NPM : 10512115
Tanggal
Pemeriksaan : 27 April 2013
|
Nama
Asisten : 1. Yuli R.
2. -
Paraf
Asisten :
|
1. Percobaan :
Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Reaksi
Pupil
Nama Subjek Percobaan :
Adilla Prima Insani
Tempat Percobaan : Laboratorium
Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk
mengetahui serta memahami reaksi-reaksi
yang terjadi pada pupil mata.
b. Dasar Teori : Perubahan dari diameter pupil sangat
dipengaruhi oleh aktivitas/kegiatan dari serabut simpatik dan parasimpatik. Fungsi
dari saraf simpatik adalah mengatur pupil dengan efek yang kurang bermakna pada
otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek
terhadap kontraksi akomodasi.
Reaksi
pupil terhadap cahaya berasal dari serabut yang sama dengan serabut rangsang
cahaya yang ditangkap oleh conus dan bacillus, yang mengakibatkan sinyal
visual ke cortex oxyphital. Serabut
simpatik dan parasimpatik pupilomotor.
Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung), konvergensi
dan meiosis. Jalannya serabut akomodasi seperti serabut simpatis dan
parasimpatis cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada
retina yang dirasakan oleh cortex
oxyphital menimbulkan usaha korektif. Pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi.
Pupil merupakan suatu celah yang berbentuk seperti lingkaran yang dibentuk oleh iris. Pupil dapat mengecil dan
membesar karena adanya akomodasi.
Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung akibat kontraksi otot
siliaris. Otot siliaris dapat merenggangkan selaput yang dapat menggantungkan lensa.
Reaksi
pupil dapat dilihat dari mengecil dan membesarnya suatu pupil tersebut.
Mengecilnya pupil dikarenakan cahaya yaitu lebarnya pupil diatur oleh iris yang
sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh mata. Ditempat yang gelap
dan intensitas cahayanya kecil maka pupil akan menbesar, agar cahaya dapat
lebih banyak masuk kemata. Ditempat yang sangat terang dan intensitas cahayanya
cukup tinggi atau besar maka pupil akan mengecil, agar cahaya lebih sedikit
masuk kemata untuk menghindari mata agar tidak selalu bereaksi, bila mata
diarahkan kesalah satu mata maka pupil akan berkontraksi, kondisi ini dinamakan
sebagai reaksi cahaya pupil.
c. Alat yang Digunakan :
Cermin, senter, dan sedotan
d. Jalannya Percobaan : 1.1
Reaksi pupil secara langsung: Dengan menggunakan senter lalu buat pembatas pada
mata sebelah kiri dengan mata sebelah kanan, lalu sinarkan senter ke mata
sebelah kiri apabila mengecil maka reaksi mata tersebut benar terjadi lalu
sebaliknya sinarkan mata ke mata sebelah kanan juga.
1.2 Reaksi pupil dengan menggunakan sedotan: Dengan
menggunakan senter lalu pegang sedotan mengarah ke mata, selanjutnya mata
difokuskan melihat ke lubang sedotan dan lihat apakah yang terjadi, senterkan
ke mata sebelah kanan dan mata sebelah kiri.
1.3
Reaksi pupil dengan menggunakan
cermin: Dengan menggunakan senter, mata melihat ke cermin dan arahkan senter
dengan memantulkan cahaya senter dari cermin tersebut ke mata lalu lihat reaksi
pupil yang terjadi karena cahaya dari senter yang dipantulkan tersebut.
e. Hasil Percobaan : 1.1 Hasil Individu:
1.1.1 Reaksi
pupil secara langsung: Mata praktikan apabila di sinar secara langsung maka
pupil akan mengecil cepat sedangkan apabila mata disinari secara tidak langsung
maka pupil akan mengecil secara perlahan.
|
Direct
|
Indirect
|
Kiri
(+/-)
|
+
|
-
|
Kanan
(+/-)
|
+
|
-
|
1.1.2 Reaksi
pupil dengan menggunakan sedotan: Mata praktikan apabila disinari dengan senter
dengan mata tertuju fokus ke sedotan tersebut mengecil lebih lambat daripada
secara langsung karena adanya perantara yaitu sedotan
1.1.3 Reaksi
pupil dengan menggunakan cermin: Mata praktikan apabila disinari dengan senter
dengan mata tertuju ke cermin akan mengecil lebih lambat dari secara langsung
tetapi lebih cepat daripada fokus ke sedotan.
1.2 Hasil
Sebenarnya:
1.2.1 Mata
yang terkena cahaya tiba-tiba akan mengecil cepat dan iris akan mendekat cepat.
Mata yang tidak terkena cahaya secara tiba-tiba pupil akan mengecil lambat dan
iris mendekat lambat.
1.2.2 Pupil
mata tergantung iris (semacam otot kecil) sifat iris ada 2: Mendekati jika
cahaya masuk terlalu terang dan menjauhi jika cahaya masuk terlalu redup.
1.2.3 Jika
mata tidak siap jika terkena cahaya pupil mengecil secara langsung namun jika
siap terkena cahaya pupil mengecil secara perlahan.
f. Kesimpulan : Pupil
dapat membesar dan mengecil, mengecil apabila terkena sinar secara langsung
tanpa disadari sedangkan mengecil lebih lambat atau perlahan apabila disinari
tidak secara langsung dan disadari, sehingga dapat dikatakan mengecilnya suatu
pupil tersebut dikarenakan adanya sinar yang menyinari mata tersebut.
g. Daftar Pustaka : Japardi, Iskandar. (2012). Pupil dan kelainannya.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
2. Percobaan :
Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Peristiwa
Entropis
Nama Subjek Percobaan : Adilla
Prima Insani
Tempat Percobaan : Laboratorium
Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk
melihat bahwa pada mata terdapat eristrosit yang berjalan sepanjang pembuluh
darah arteri/vena.
b. Dasar Teori : Pada
retina terdapat dua macam sel reseptor (fotoreseptor),
yaitu sel kerucut (sel conus) dan sel
batang (bacillus). Jika diurutkan
dari arah depan ke belakang,cahaya akan menembus melewati kornea, aqueous humour, lensa, vitreous humour, dan lapisan retina
yang mengandung sel kerucut dan sel batang. Pada retina terdapat suatu daerah
yang disebut fovea atau bintik kuning
yang hanya berisi sel-sel kerucut. Penyebaran sel kerucut dan sel batang pada
retina tidak merata. Di bagian tepi (perifer)
yang paling jauh dari bintik kuning hanya berisi sel batang.
Sel
batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangatlah
peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna.
Oleh karena itu kita mampu melihat di malam hari tetapi yang terlihat hanya
warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam.
Sel
kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka
terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang
hari dan untuk membedakan warna.
Pembuluh
darah merupakan bagian dari sistem dalam peredaran darah yang mengangkut darah-darah
ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis utama dari pembuluh darah : di dalam arteri, yang membawa darah menjauh dari
jantung, kapiler yang memungkinkan
pertukaran pada aktual air dan bahan kimia antara darah dan jaringan, dan
pembuluh darah dari kapiler kembali
ke jantung. Ada dua sumber suplai darah ke retina yaitu arteri retina pusat dan pembuluh darah choroidal. Khoroid
menerima aliran darah yang terbesar dan sangat penting untuk pemeliharaan dari
retina luar. Karakteristik pembuluh
darah arteri, aliran darahnya lebih
tebal dan cepat, fungsi: membawah darah dari jantung ke seluruh tubuh.
Karakteristik pembuluh darah vena,
aliran darahnya lebih lambat dan tipis, fungsi: membawa darah ke jantung.
c. Alat yang Digunakan :
Senter dan kaca reben.
d. Jalannya Percobaan :
2.1 Secara langsung:
Sinarkan senter ke mata praktikan dimana praktikan tersebut melirik mata ke
sebelah kiri/kanan dan bagian yang di senter tersebut merupakan bagian
sebaliknya dari arah lirikan dari praktikan tersebut
2.2 Dengan
kaca reben: Sinarkan senter ke mata praktikan dimana mata praktikan tersebut
melirik mata ke sebelah kiri/kanan dan bagian yang di senter tersebut merupakan
bagian sebaliknya dari arah lirikan dari praktikan tersebut serta dihalangi
oleh kaca reben dalam menyinarkan senter ke mata.
e. Hasil Percobaan : 2.1 Hasil individu:
2.1.1 Secara
langsung: Mata yang sinarkan secara langsung dengan mata praktikan menghadap ke
kiri/kanan dan di senter sebaliknya maka akan terlihat eritrosit yang mengalir
di sclera.
2.1.2 Dengan
kaca reben: Mata yang sinarkan secara langsung dengan mata praktikan menghadap
ke kiri/kanan dan di senter sebaliknya maka akan terlihat eritrosit yang
mengalir di sklera. Tetapi karena adanya kaca reben membuat aliran darah
tersebut tidak terlihat begitu jelas.
2.2 Hasil
sebenarnya:
2.2.1 Jika
praktikan melirik ke kiri dari arah kanan mata di senter/sebaliknya maka pada
retina akan terlihat pembuluh arteri (pembuluh
darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh disebut juga pembuluh
nadi), vena (pembuluh balik) yang
bergerak sehingga pada retina terlihat merah.
2.2.2 Karakteristik
pembuluh darah arteri, aliran
darahnya lebih tebal dan cepat, fungsi: membawah darah dari jantung ke seluruh
tubuh. Karakteristik pembuluh darah vena,
aliran darahnya lebih lambat dan tipis, fungsi: membawa darah ke jantung.
f. Kesimpulan : Apabila mata praktikan di senter bagian
skleranya dimana mata praktikan melirik ke kiri/kanan akan terlihat aliran
darah dari pembuluh darah didalam retina yang menunjukkan adanya pembuluh darah
dalam retina . Dan juga akan terlihat titik – titik putih yang bergerak
menunjukkan adanya aliran darah didalam capiler
didalam retina.
g. Daftar Pustaka : Syamsuri,
Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA kelas XI semester 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok: Universitas Gunadarma.
3. Percobaan : Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Visus/Ketajaman
penglihatan
Nama Subjek Percobaan : Adam
Tirtaputra
Tempat Percobaan : Laboratorium
Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk
mengetahui ketajaman penglihatan seseorang.
b. Dasar Teori : Untuk
dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian
diteruskan ke pusat penglihatan (fovea
centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan.
Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah: Sifat fisis mata yang
meliputi ada tidaknya aberasi
(kegagalan sinar untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah
melewati suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek,
dan mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang dapat menyebabkan ametropia. Myopi: sinar sejajar axis pada mata tak
berakomodasi akan memusat di muka retina, sehingga bayangan kabur yang
disebabkan oleh axis terlalu panjang dan kekuatan refraksi lensa terlalu kuat. Hypermetropia: sinar sejajar axis pada
mata yang tak berakomodasi akan memusat di belakang retina, sehingga bayangan
kabus, yang disebabkan oleh axis bola mata terlalu pendek dan kekuatan refraksi
lensa kurang kuat. Astigmatisma:
kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh kornea yang
berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk bujur).
Faktor stimulus juga berpengaruh yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan
benda yang berwarna komplementernya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat,
dan intensitas cahaya. Faktor retina juga berpengaruh, yaitu makin kecil dan
makin rapat conus, makin kecil minimum separable
(jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
Untuk
mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang
menyatakan perbandingan 2 jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman
penglihatan seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek
digunakan optotype snellen yang
rumusnya adalah sebagai berikut:
V =d/D
Keterangan:
V = Ketajaman penglihatan (Visus).
d = Jarak dari mata subjek dengan Optotype.
D = Jarak yang dapat dilihat oleh mata
normal.
Pemeriksaan
visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan
pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya
visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.
|
Visus
berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi seperti yang telah disebutkan di
atas, adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan
relaksasi menyebabkan pengurangan kekuatan. Akomodasi memiliki batas maksimum,
jika benda yang telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik
terdekat yang masih dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP).
Makin
tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga
berkurang dan daya mencembung juga berkurang yang disebut sebagai Presbyopia. Berkurangnya elastisitas
oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya pengapuran. Endapan-endapan kapur
ini menghambat elastisitas mata. Kalsifikasi (pengapuran) ini juga dapat
menyebabkan katarak pada kornea. Jarak terjauh yang masih dapat dilihat dengan
jelas tanpa mata berakomodasi adalah tidak terbatas. Kondisi ini disebut dengan
punctum remotum (PR).
Dalam
akomodasi ini juga terdapat Amplitudo
Akomodasi (AA), yaitu jarak benda
yang dapat dilihat jelas yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP)
dan kekuatan refraksi statis (PR).
c. Alat yang Digunakan :
Optotype Snellen
d. Jalannya Percobaan : Subjek berdiri 3,5 meter dari alat Optotype Snellen lalu mata lurus kedepan
ke arah alat yang digunakan dan melakukan test terhadap mata subjek sambil
menutup sebelah matanya kemudian lihat hasil reaksi dan hasilnya.
e. Hasil Percobaan : 3.1 Hasil Individu: Setelah diperiksa dengan
alat Optotype Snellen hasil dari
kedua mata adalah:
Kanan:
15, V=d/D : V=3,5/15
Kiri:
15, V=d/D : V=3,5/15
3.2 Hasil
Sebenarnya: V =d/D
Keterangan:
V = Ketajaman penglihatan (Visus)
d
= Jarak dari mata subjek dengan Optotype
D = Jarak yang bisa dilihat oleh mata normal
f. Kesimpulan
: Semakin kecil (D) yang didapat
dari subjek maka mata subjek tersebut semakin jelas/tajam sedangkan sebaliknya,
apabila semakin kecil (D) yang didapat dari subjek maka mata subjek tersebut
semakin buruk/tidak tajam dalam penglihatannya. Ketajaman penglihatan seseorang dalam
bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di dalam otak. Untuk menghasilkan
suatu detail penglihatan, sistem optik pada mata harus memproyeksikan gambaran
yang fokus pada fovea. Ketajaman visus
sangatlah dipengaruhi oleh pupil.
g. Daftar Pustaka : Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok: Universitas Gunadarma.
4. Percobaan : Indera
Penglihatan
Nama Percobaan : Membedakan
warna dan pencampuran warna secara
subjektif.
Nama Subjek Percobaan : Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk
mengetahui apakah seseorang dapat
membedakan warna/buta warna.
b. Dasar Teori : Penglihatan
warna sangatlah dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut
sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna
biru, merah, dan hijau. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata.
Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan
untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.
Banyak
teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya
teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik,
yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya
monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai
kombinasi.
Teori
penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental
yang lebih mendalam oleh Helmholtz.
Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara
maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini
ada 3 macam conus, yaitu: Conus yang menerima warna hijau, merah
dan biru. Ketiga macam conus itu mengandung
zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika
ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna
putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan
perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang
gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang
sebesar kira-kira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang
optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar
kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio
perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75:13:0, sehingga
sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi
biru, kelompok rasionya adalah 0:14:86; untuk sensasi jingga tua-kuning,
kelompok rasionya 100:50:0; untuk sensasi hijai, kelompok rasionya 50:85:15,
demikian seterusnya.
Ada
suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut
dinamakan buta warna yang mempengaruhi total maupun sebagian kemampuan individu
untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup
nyata, antara lain: yang pertama, Akromatisme, adalah kebutaan warna total
dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Yang kedua,
Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan
untuk membedakan warna-warna merah dan hijau.
Untuk
menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat dilakukan
dengan berbagai macam tes, antara lain yang pertama, Tes Holmgren, yaitu tes kemampuan membedakan warna (caranya, pemeriksa
mengambil sekumpulan benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna
hijau, merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk
mencari gulungan benang yang warnanya sama). Yang kedua, Tes Isihara (Jepang) dan Tes Stilling (Jerman), yaitu lukisan angka
dan huruf dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna.
Angka-angka huruf-huruf dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang
bermacam-macam pula warnanya. Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf
dan gambar tersebut.
c. Alat yang Digunakan : Kaca
biasa, benang wol berbagai warna dan kertas berwarna hijau, merah, kuning dan
biru.
d. Jalannya Percobaan :
4.1 Pencampuran kertas
warna: Sediakan kertas warna dan kaca reben lalu selanjutnya buat pembatas
antara 2 kertas warna dengan menggunakan kaca reben tersebut dimana kita harus
menemukan pencampuran dari kedua warna yang kita ingin lihat hasil dari
pencampuran warna tersebut.
4.2 Holmgren: Sediakan benang wol, lalu
selanjutnya pemeriksa mengambil sekumpulan dari benang-benang wol
berturut-turut seutas dengan warna hijau, merah, ungu, dan kuning, kemudian
subjek yang diperiksa diminta untuk mencari gulungan benang dengan warna yang
sama.
e. Hasil Percobaan : 4.1 Hasil
Individu:
4.1.1
Pencampuran kertas warna: Pencampuran
warna antara warna: Biru dan merah menghasilkan warna ungu, merah dan
kuning menghasilkan warna orange, kuning dan biru menghasilkan warna hijau.
4.1.2
Holmgren: Hasil benar dari memilih
warna dari benang wol tersebut adalah 5.
4.2 Hasil sebenarnya:
4.2.1 Pencampuran kertas warna:
Merah
+ biru = ungu
Kuning
+ merah = orange
Kuning
+ biru = hijau
4.2.2 Holmgren:
Nama lain dari uji buta warna dengan benang wol.
f. Kesimpulan : Dalam
percobaan ini orang dengan mata yang normal dapat melihat dan membedakan warna
secara utuh. Sehingga orang dengan mata normal akan mendapatkan benar 5 untuk test
Holmgren dan dapat membedakan antara
pencampuran dari warna yang menjadi bahan pengujian tersebut.
g. Daftar Pustaka : Syamsuri,
Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA kelas XI semester 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok: Universitas Gunadarma.
5.
Percobaan : Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Diplopia
Nama Subjek Percobaan : Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk
membuktikan terjadinya diplopia atau
adanya titik-titik disparat yang memberikan kesan rangkap.
b. Dasar Teori : Penglihatan
rangkap adalah persepsi kedalaman pada alat visual yang dapat berfungsi
menentukan jarak. Penentuan jarak dengan penglihatan rangkap memerlukan
penglihatan binokuler, yaitu suatu
penglihatan optimal yang terjadi bila bayangan yang diterima mata sangat jelas
kedua fovea centralis, yang secara
simultan dikirim ke susunan saraf pusat, kemudia diolah menjadi suatu sensasi
berupa bayangan tunggal.
Jadi,
dengan kata lain bahwa syarat penglihatan binokuler
adalah visus yang baik, kerja otot-otot entrinsik yang normal, dan susunan
saraf pusat yang tidak ada kelainan. Dengan penglihatan binokuler, seseorang
dapat menentukan atau merasakan jarak. Karena jarak satu mata dengan tepi mata
berbeda kurang lebih 2 inci lebih pendek, bayangan pada kedua retina berbeda
satu sama lain, yaitu suatu benda yang terletak 1 inci di depan batang hidup
membentuk bayangan pada bagian temporal retina tiap mata, sedangkan benda kecil
pada 20 kaki di depan hidung mempunyai bayangan pada titik-titik yang sangat
bersesuaian di bagian tengah mata.
Jenis
paralaks yang memperlihatkan bayangan sebuah bintik hitam dan sebuah bujur
sangkar, misalnya sebenarnya terbalik pada retina karena jarak mereka di depan
mata berbeda. Ini memberikan sejenis paralaks yang selalu ada bila kedua mata
sedang digunakan. Paralaks binokuler
atau 3 dimensi ini hampir 100% memberikan kemampuan yang lebih besar untuk
menilai jarak relatif jika dibandingkan dengan 1 mata, tetapi perlu diingat
bahwa penglihatan 3 dimensi ini sebenarnya tidak berguna untuk persepsi
kedalaman pada jarak lebih dari 200 kaki.
Penglihatan
rangkap ini selain membutuhkan penglihatan binokuler
juga memerlukan titik di sparat dan titik identik. Titik-titik identik
(sejajar) adalah titik di dalam kedua retina yang menghasilkan penglihatan bila
dirangsang oleh satu benda, sedangkan titik disparat merupakan titik-titik pada
kedua retina yang tidak sejajar, sehingga bayangan bisa terlihat kembar akibat
bayangan-bayangan jatuh tidak pada titik yang sama pada kedua retina. Objek di
luar mata yang terlihat sebagai kembar inilah yang disebut sebagai diplopia. Diplopia terjadi akibat kesan dobel (kembar) yang ditimbulkan oleh
titik-titik disparat tersebut. Diplopia
terjadi bila ada supresi pada pelupuk mata sehingga tidak berlangsung
penglihatan binokuler normal.
c. Alat yang Digunakan :
Bolpoin/batang/benda lain dengan bentuk teratur.
d. Jalannya Percobaan : Praktikan
menekan mata di bagian kelopak mata lalu lihat suatu benda/bolpoin, maka benda
tersebut akan memiliki kesan rangkap.
e. Hasil Percobaan : 5.1 Hasil individu: Benda terlihat menjadi
rangkap.
5.2 Hasil sebenarnya: Benda terkesan menjadi
rangkap.
f. Kesimpulan : Bolpoin
yang tadinya kita lihat hanya satu setelah mata ditekan dengan satu jari
melalui kelopak mata yang berada di mata kita. Bolpoin tersebut akan kelihatan
menjadi dua/rangkap. Hal ini dikarenakan titik-titik disparat atau (fovea nasalis) diganggu, sehingga
hasilnya adalah akan adanya pergeseran letak di bintik kuning/fovea nasalis saat kelopak mata di
tekan.
g. Daftar Pustaka : Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok: Universitas Gunadarma..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar