LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL
Nama
Mahasiswa : Adam Tirtaputra
NPM : 10512115
Tanggal
Pemeriksaan : 15 Juni 2013
|
Nama
Asisten : 1. Fransiskus F.
2. Retha
Kartika
Paraf
Asisten :
|
I. Percobaan : Indera Pembauan
Nama
Percobaan : 1. Bau
Kemenyan.
2. Membedakan Wewangian
Nama Subjek Percobaan : Adam
Tirtaputra
Tempat Percobaan : Laboratorium
Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk membuktikan
bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta membedakan beberapa
wewangian mulai dari bau yang tidak enak sampai yang enak.
b. Dasar Teori : Manusia
dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak reseptor
pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (component principle). Seperti pada
penglihatan warna (hanya memiliki tiga reseptor warna dasar, namun dari
komposisi yang berbeda-beda dapat dilihat warna yang bermacam-macam), organ
pembau hanya memiliki tujuh reseptor, namun dapat membedakan lebih dari 600
aroma yang berbeda. Alat pembau atau sistem olfaction biasa juga disebut dengan
organon olfaktus, dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga
reseptornya disebut pula chemoreseptor.
Organon
olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan membran ini hanya menerima rangsang benda-benda
yang dapat menguap dan berwujud gas. Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:
1.
Concha Superior. 2. Concha Medialis.
3.
Concha Inferior. 4. Septum nasi
Concha-concha
tersebut adlaah dari tulang, ditutupi oleh selaput lendir yang mengandung penuh
pembuluh-pembuluh darah dan dapat membesar. Gunanya untuk memanasi hawa yang
akan masuk ke paru-paru.
Reseptor
organon olfaktori terdapat di bagian atas hidung, menempel pada lapisan
jaringan yang diselaputi lendir dan disebut olfactory
muscosa. Selaput lendir tersebut berfungsi untuk melembabkan udara. Pada
bagian tersebut juga terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring
debu dan kotoran. Benda kimia yang dapat menstimulasi sel saraf dalam hidung
adalah substansi yang dapat larut dalam zat cair (lendir) yang terdapat pada
silia yang menutupi sel tersebut. Makin berbau suatu substansi, maka hal
tersebut menunjukkan bahwa makin banyak molekul yang dapat larut dalam air dan
lemak (konsentrasi penguapannya tinggi). Olfactory
Muscosa memiliki akson yang mampu melalui bagian tengkorak yang permiabel (Cribriform plate) dan masuk ke olfactory bulbs (saraf cranial yang
pertama). Pada olfactory bulbs,
terjadi sinapsis dengan neuron yang menyampaikan pesan secara menyebar ke olfactory paleocortex di lobus temporal
bagian medial melalui lateral olfactory
tract. Dari olfactory paleocortex,
ada jejak saraf yang menuju medial dorsal
nucleus pada thallamus dan
kemudian menuju olfactory neocortex
di bagian depan frontal lobus, tepatnya pada permukaan inferior. Neuron-neuron olfactory paleocortex yang lain akan
menuju ke sistem limbik. Bila proyeksi neuron ke thallamic-neocortical bertugas sebagai perantara kesadaran persepsi
terhadap aroma, maka proyeksi neuron ke sistem limbik bertugas sebagai
perantara respon emosional terhadap aroma. Reseptor aroma hanya mampu berfungsi
selama 335 hari. Bila mati, baik karena sebab yang alami maupun karena
kerusakan fisik, maka reseptor tersebut akan digantikan oleh reseptor-reseptor
baru yang aksonnya akan berkembang ke lapisan olfactory bulbs yang akan dituju, dan bila telah sampai pada
lapisan yang dimaksud, mereka akan memulihkan koneksi
sinapsis yang terputus.
Skema Sistem Olfaktori (Pinel,1993)
Kemampuan
membau makhluk hidup sangat tergantung kepada fisik dan psikologisnya. Ada 4
yang sangat mempengaruhi:
1. Susunan Rongga Hidung. Bentuk Concha dan Septumnasi tempat reseptor
pembau pada masing-masing orang tidak sama bentuknya. Contohnya pada orang yang
berhidung mancung lebih luas daripada yang berhidung pesek.
2. Variasi Fisiologis. Contohnya pada wanita,
saat sebelum menstruasi atau pada saat hamil muda akan menjadi sangat peka.
3. Spesies. Pada spesies tertentu yang kemampuan
survivalnya tergantung pada pembauan, akan memiliki indera pembau yang lebih
peka, Contohnya pada anjing.
4. Besarnya Konsentrasi dari substansi yang
berbau. Misalnya pada skatol (bau busuk yang terdapat pada kotoran atau feses)
memiliki konsentrasi yang kuat karena memiliki kemampuan menguap yang tinggi.
Bila konsentrasi kuat maka baunya busuk, sebaliknya bila konsentrasinya rendah
akan menimbulkan bau yang berbeda (contohnya pada bunga yang mengandung skatol
dalam konsentasi yang rendah malah akan menimbulkan bau harum).
Terdapat sekitar tujuh kelas dalam
perangsang penciuman primer, yaitu perangsang yang dapat merangsang sel-sel olfaktoria
tertentu, diantaranya: kamfer/kapur barus (amphora
cecua), wangi/kasturi (musky),
bunga (floral), permen (peppermint), ether, pedas, dan busuk.
Rasa penciuman ini sangat peka, dan kepekaannya mudah hilang bila dihadapkan
pada suatu bau yang sama untuk waktu yang lama.
c. Alat yang Digunakan : Tempat
membakar kemenyan, hio, sebutir kemenyan atau sebutir hio, serta wadah dan
beberapa macam wewangian (lebih dari 5).
d. Jalannya Percobaan : 1.1 Pertama-tama praktikan mengambil sebatang
dupa, hio dan obat nyamuk bakar dan kemudian membauinya. Setelah itu, dupa,
hio, dan baygon bakar dibakar dan praktikan diminta untuk kembali membauinya.
2.1 Praktikan diminta untuk mencium serta menebak
lebih dari 5 wewangian yang disediakan dan mencatatnya.
e. Hasil Percobaan : 1.1 Hasil Individu:
- Lebih kuat bau setelah dibakar dari bau sebelum
dibakar
1.2 Hasil Sebenarnya:
- Lebih strong/kuat
bau setelah dibakar dari pada bau sebelum dibakar
2.1 Hasil Individu:
1. Teh tubruk
3. Bunga kenanga
4. Jahe
5. Pisang
6. Jeruk
7. Kopi
2.2 Hasil Sebenarnya:
1. Teh tubruk
3. Bunga melati
4. Jahe
5. Bunga mawar
6. Jeruk
7. Kopi
f. Kesimpulan : 1.1 Dupa, hio dan obat nyamuk bakar termasuk zat
yang dapat menyebabkan perangsangan penciuman yang lebih menyengat setelah
dibakar daripada yang belum dibakar. Dapat lebih menyengat diakibatkan
pembakaran dari zat tersebut bercampur dengan udara dan menguap serta
merangsang sel-sel olfaktoria yang
masuk kedaerah superior hidung yang terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-molekul
bau. Kemudian reseptor-reseptor olfaktoria memberi respon terhadap bau dupa,
hio dan obat nyamuk bakar tersebut, ketika partikel bau tertangkap oleh
reseptor, sinyal akan di kirim ke olfactory
bulbs melalui saraf olfactory yang merupakan tempat mengirim sinyal dan
diproses ke otak.
2.1 Dalam pembedaan pewangian sensasi wangi/bau terjadi karena adanya interaksi zat
dengan reseptor dari indera pembauan yang diteruskan ke otak berupa sinyal-sinyal. Reseptor ini merupakan sel saraf yang berupa seperti benang halus. Pada satu ujung sel saraf berinteraksi
dengan zat berbau, sedangkan ujung yang lainnya berkumpul dalam suatu tulang
menuju bagian otak yang bertugas menerjemahkan sinyal sensasi dari indera pembauan. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat
membedakan berbagai macam bau bukan karena
memiliki banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan oleh
prinsip-prinsip komposisi. Organ pembau
hanya memiliki 7 reseptor bau namun dapat
membedakan lebih dari 600 aroma.
g. Daftar Pustaka : Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:
Universitas Gunadarma.
II. Percobaan : Indera Pengecap
Nama Percobaan : 1. Merasakan berbagai macam rasa.
Nama Subjek Percobaan : Adam
Tirtaputra
Tempat Percobaan : Laboratorium
Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk memahami
bahwa lidah merupakan alat pengecap rasa serta membuat peta rasa.
b. Dasar Teori : Reseptor sistem gustatory berada di lidah dan bagian-bagian rongga mulut. Reseptor perasa disebut taste buds yang umumnya terletak di sekitar kuncup pengecap yang disebut papillae. Hubungan antara reseptor perasa, taste buds dan papillae dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Hubungan Gustatory, Taste buds dan Papillae (Pinel, 1993)
Sistem
Gustatory atau organon gustus adalah
indera pengecap yang terdapat pada lidah dan memiliki 4 modalitet, yaitu:
1. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidiki
dengan meletakkan gula di lidah.
2. Asin, pada puncak dan tepi lidah, dapat
diselidiki dengan meletakkan garam di lidah.
3. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan dengan
meletakkan asam sitrun di lidah.
4. Pahit, pada pangkal lidah, dapat dibuktikan
dengan meletakkan kina di lidah.
Berikut di bawah ini adalah gambar dari peta lidah yang memperlihatkan bagian manis, asin, asam dan pahit.
Peta
Lidah
Beberapa ahli
menambahkan modalitet yang kelima, yaitu rasa alkali. Di luar ke lima macam
rasa tersebut, ada kombinasi antara keempat atau kelima macam rasa itu yang
akan menimbulkan rasa yang berbeda-beda. Berbagai macam rasa tersebut masih
dikombinasikan dengan tipe-tipe rangsangan yang lain, seperti rangsang panas,
dingin, lembut, dan nyeri. Reseptor pada lidah akan digantikan oleh reseptor
yang baru setiap 10 hari sekali.
Reseptor perasa tidak
memiliki akson sendiri. Tiap neuron yang membawa impuls dari taste buds, akan menerima input dari
beberapa reseptor sekaligus. Sinyal yang timbul pada reseptor perasa akan
meluar ke sistem second-order neuron
yang akan disampaikan ke cortex.
Berikut adalah gambar dari jejak saraf sistem gustatory:
(Pinel, 1993)
Saraf afferen pada
sistem gustatory meninggalkan rongga mulut yang merupakan bagian dari saraf
kranial bagian facial (VII), glossopharyngeal (IX), dan vagus (X). Informasi bermula dari bagian depan lidah, ke bagian
belakang lidah lalu akhirnya menuju ke bagian belakang rongga mulut.
Saraf-saraf tersebut akan berakhir di solitary
nucleus di medulla dan
bersinapsis dengan neuron yang akan menyampaikan pesan ke ventral posterior nucleus di thallamus
(letaknya berbeda dengan bagian penerima impuls dari stimulasi oral yang
motorik sifatnya). Akson-akson pada nucleus
ventral posterior akan membawa berita ke primary gustatory cortex dan ke secondary
gustatory cortex. Sistem gustatori juga akan menuju sistem limbik. Proyeksi
impuls ke hypothallamus diperkirakan
memiiliki peranan penting dalam mengatur rasa lapar. Satu hal lagi yang perlu
diingat dalam sistem gustatori, yaitu berbeda dengan sistem sensoris yang lain,
sistem gustatory tersebut diproyeksikan secara ipsilateral.
Kemampuan mengecap
seseorang tergantung pada:
1. Faktor Individual, contohnya seseorang yang
sedang sakit, maka kepekaan mengecapnya jadi berkurang.
2. Nilai Ambang, nilai ambang ini tergantung dari
kebiasaan seseorang. Contohnya seseorang yang sudah biasa makan-makanan yang
asam, akan lebih tinggi daripada orang yang tidak terbiasa makan asam.
3. Konsentrasi, contohnya seseorang yang makan
garam satu mangkok garam, lama-kelamaan tidak merasakan asin lagi seperti
pertama kali ia memakannya.
c. Alat yang Digunakan : Cotton bud, 9 larutan rasa (manis,asin,
pahit, asam dan pedas), sapu tangan (handuk kecil).
d. Jalannya Percobaan : Praktikan
diminta untuk mencoba berbagai macam larutan rasa dengan menggunakan cotton bud. Lalu setiap kali mencoba
rasa yang lain, praktikan diminta lebih dahulu untuk mengelap lidahnya dengan
menggunakan sapu tangan (handuk kecil). Selanjutnya, minta kepada praktikan
untuk menebak masing-masing rasa yang dirasakan oleh praktikan.
e. Hasil Percobaan : 1.1 Hasil Individu: 9 rasa dari yang enak sampai
tidak enak:
1. Manis 6. Pedas manis
2. Asin 7. Pedas asin
3. Asam 8. Pedas asam
4. Pahit 9. Pedas pahit
5. Pedas.
1.2 Hasil Sebenarnya:
1. Manis 6. Pedas manis
2. Asin 7. Pedas asin
3. Asam 8. Pedas asam
4. Pahit 9. Pedas pahit
5. Pedas.
f. Kesimpulan : Zat
yang dirasakan/dikecap oleh organon
gustus adalah zat yang dapat larut dalam cairan, terutama dalam hal ini
adalah cairan liur. Jika organon gustus kering, maka tidak dapat merasakan apa
yang diletakkan diatasnya/yang ingin dikecapnya. Jadi, pada saat ingin
merasakan berbagai macam warna harus melakukan percampuran air liur dengan rasa
yang ingin dirasakan.
g. Daftar Pustaka : Puspitawati,
Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:
Universitas Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar