Senin, 08 Juli 2013

Perkembangan Kognitif Masa Kanak-kanak pada masa Tengah



1.         PENDEKATAN PIAGET: ANAK OPERASIONAL KONKRET
Menurut Piaget, anak pada usia 7 tahun memasuki suatu tahap yang disebut  tahapan “Operasional Konkret”, yaitu tahapan ketiga pada perkembangan kognitif Piaget (kira- kira usia 7 – 12 tahun) dimana anak pada usia ini sudah menggunakan logika mereka seperti penalaran dalam menyelesaikan masalah yang memicu logikanya untuk berpikir. Anak pada usia ini mulai berpikir logika karena  rasa keegoisan mereka mulai berkurang dari sebelumnya dan dapat menangkap/memahami beberapa hal dalam satu situasi. Namun pikiran anak pada usia ini masih terbatas pada hal-hal yang mencakup situasi yang nyata.

1.1       Kemajuan  Kognitif
Pada tahap “Operational Konkret”, anak memiliki pemahaman yang lebih baik daripada anak pada tahapan “pre operational” dalam hal konsep ruang, hubungan sebab akibat, pengklasifikasian, inductive (pemikiran logis), deductive (pemikiran yang  dapat menghubungkan hal yang satu dengan yang lain), menyimpan memori dan angka.

1.1.1    Hubungan antar ruang dan Sebab Akibat
Pemahaman yang lebih baik akan hubungan antar ruang ini menjadikan anak pada tahap “concrete operation” memiliki ide/pendapat  yang lebih jelas tentang seberapa jauh jarak dari  satu tempat ke tempat lain dan seberapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut, dan anak dapat dengan mudah  mengingat rute dan tanda-tanda  sepanjang jalan mencapai tempat tersebut. Pengalaman sangat berperan dalam proses perkembangan ini: seorang anak yang ke sekolah pergi dengan berjalan  kaki lebih mengenal lingkungan sekitar di luar rumah, ketika hendak pergi ke sekolah.
Kedua kemampuan dalam menggunakan peta dan model  dan kemampuan untuk mengkomunikasikan ruang/tempat akan bertambah baik seiring bertambahnya usia, pendapat/ide dalam hal “hubungan sebab akibat” juga semakin baik. 
Pada usia 5 – 12 tahun, jika ditanyakan tentang hal tuas dan ukuran keseimbangan, akan menghasilkan jawaban yang sangat bervariasi dimana anak yang lebih tua akan memberikan jawaban yang lebih benar. Anak-anak juga memahami pengaruh atribut fisik dahulu kemudian pengaruh faktor spasial.



1.1.2    Pengkategorian
            Kemampuan untuk mengkategorikan membantu anak untuk berpikir dengan logika. Pengkategorian termasuk ahli dalam “seriation”, ”transitive inference”, ”class inclusion” (pencantuman kelas).
     1.    Seriation (mengurutkan) adalah kemampuan untuk menyusun sesuatu secara berurutan sesuai dengan  ukuran yang satu dengan yang lainnya seperti berat (dari ukuran paling ringan hingga ukuran paling berat) atau warna (dari  ukuran paling cerah hingga ukuran paling gelap). Pada usia 7 atau 8 tahun, anak  dapat mengetahui hubungan dari sekelompok tongkat dengan penglihatan dan menyusun berurutan sesuai ukurannya.
   2.    Transitive inference adalah  kemampuan untuk mengambil kesimpulan  pada hubungan antara dua benda yang berhubungan juga memiliki hubungan  dengan benda ketiga. Contohnya menentukan lima tongkat mana yang lebih tinggi ataupun lebih pendek.
     3.    Class inclusion (pencantuman kelas) adalah kemampuan untuk melihat suatu hubungan terhadap keseluruhan pada bagiannya sendiri. Pemahaman akan “class inclusion” ini sangat erat kaitannya dengan penalaran deductive dan inductive.

1.1.3    Penalaran Inductive dan Deductive
Menurut Piaget, anak pada tahapan “Operasional Konkret” hanya menggunakan penalaran induktif. Anak terlebih dahulu melihat jenis dari sebuah objek, dan kemudian bisa menentukan kesimpulan umum tentang jenis tersebut terhadap keseluruhan. Contoh: Kerbau milik Randy memakan rumput, tentu kerbau milik Chandra pun pasti memakan rumput. Semua kerbau memakan rumput. Kesimpulan induktif ini hanya bersifat sementara, karena kemungkinan besar akan banyak informasi-informasi baru yang diterima yang berbeda dengan pernyataan sebelumnya. Penalaran deduktif   adalah penalaran logis akan pernyataan umum (class) yang dikaitkan dengan pernyataan khusus (anggota dari class tersebut). Menurut Piaget, penalaran deduktif sudah ada sebelun remaja.

1.1.4    Konservasi
Anak (pada tahap “Operational Konkret”) memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai macam  masalah konservasi tanpa harus menghitung  atau mengukur objek yang ditanyakan secara langsung. Namun anak belum bisa menyelesaikan masalah konservasi jika permasalahannya dikaitkan tentang benda yang sama diubah bentuknya, apakah beratnya berbeda. Anak biasanya akan menjawab tidak. Karena mereka melihat bentuk yang berbeda itu mengakibatkan benda yang berbeda pula termasuk beratnya juga. Istilah Piaget untuk menyadari bahwa 2 objek yang sama sesuai dengan pengukuran tertentu tetap sama jika bentuknya dirubah, tidak ada bagian yang dikurangi atau ditambahi disebut “horizontal decalage”. Horizontal decalage adalah ketidak-mampuan untuk mengirim pembelajaran dari 1 tipe konservasi  ke tipe lain, yang menyebabkan anak menguasai tipe berbeda dari tugas konservasi pada usia yang berbeda.

1.1.5    Angka dan Matematika
Pada usia 6 atau 7 tahun, anak biasanya sudah bisa menghitung. Anak sudah bisa mengitung soal matematika sederhana, contoh 4 + 2, anak akan mulai menghitung dengan menambahkan 2 angka lagi setelah angka yang ditanyakan untuk dijumlahkan. Maka anak akan menghitung 4, 5, dan 6. Namun pada usia 9 tahun, anak sudah bisa menyelesaikan soal matematika sederhana  dengan menghitung dari angka terkecil ke angka terbesar atau sebaliknya. Penelitian yang dilakukan pada anak yang tidak sekolah, untuk mengetahui kemampuan mereka berhitung menyatakan bahwa kemampuan mereka untuk berhitung berkembang dengan cara mereka sendiri yang umum pada mereka dan sering sekali kemampuan itu ada tanpa perlu belajar. Biasanya kemampuan tanpa belajar ini dipengaruhi oleh konteks budaya. Beberapa pemahaman intuitif terhadap jumlah sudah ada pada usia 4 tahun. Anak belum paham terhadap jumlah, lebih fokus pada angka yang muncul. Contoh : Anak akan menyatakan bahwa  ¼ lebih besar dari ½, karena angka 4 lebih besar dari angka 2.

1.2       Pengaruh Perkembangan Saraf terhadap Kemampuan
Pemikiran yang tidak logis ada pada anak yang lebih muda mudah disesuaikan, pada anak yang lebih tua logika berpikir tergantung  pada perkembangan saraf dan pengalaman. Anak yang telah mencapai tahap konservasi  memiliki susunan gelombang otak yang berbeda dengan anak yang  belum mencapai tahap konservasi tersebut, biasanya karena mungkin si anak belum menggunakan bagian/area otak yang berbeda untuk mengerjakan tugas yang berhubungan dengan pemikiran logika tersebut. Robbie Case menyatakan bahwa konsep dari  seorang anak menjadi lebih otomatis, pemikiran sudah lebih muda untuk menerima informasi-informasi baru.



1.3       Penalaran Moral
Piaget dan Inheder menyatakan bahwa penalaran moral melalui 3 tahapan. Anak melewati ketiga tahapan ini dalam usia yang bervariasi. Ketiga tahapan itu adalah:
   1.    Sikap yang patuh didasari otoritas. Tahap ini biasanya dialami anak yang berusia 2-7    tahun.
   2.    Sikap yang menunjukkan  peningkatan fleksibilitas dan beberapa tingkatan kebebasan disertai rasa hormat dan kerja sama.
    3.    Sikap dari anak yang sudah mulai bisa mengikuti aturan.

     2.         PENDEKATAN PEMROSESAN INFORMASI: INGATAN DAN      KETERAMPILAN LAINNYA
Pemrosesan yang makin cepat, makin efisien meningkatkan jumlah informasi yang bisa disimpan anak di dalam ingatan kerja, memungkinkannya untuk bisa mengingat kembali dengan lebih baik dan berfikir pada tingkat yang lebih rumit. Anak-anak usia sekolah juga lebih memahami mengenai bagaimana ingatan berfungsi dan menggunakan berbagai strategi atau teknik yang disengaja, untuk membantu mereka mengingat. Karena mereka memiliki sifat keingintahuan yang lebih tinggi, mereka jadi lebih sadar akan informasi yang harus diperhatikan dan diingat.

2.1       Metamemori: Memahami Ingatan
Pada usia antara 5 dan 7 tahun, lobus frontal pada otak mengalami perkembangan dan pengorganisasian ulang yang signifikan. Perubahan ini memungkinkan peningkatan dalam mengingat kembali. Dimana metamemori adalah pengetahuan mengenai proses ingatan. Dan metakognisi adalah kesadaran seseorang akan proses berfikirnya sendiri. Anak-anak pada taman kanak-kanak dan kelas 5 tahu bahwa mengingat lebih baik jika mereka belajar lebih lama dan  bahwa orang-orang yang melupakan banyak hal seiring dengan waktu dan bahwa pembelajaran kembali merupakan sesuatu yang lebih mudah dibandingkan pembelajaran yang pertama kali. Pada saat anak kelas 3 itu sudah tahu beberapa orang mengingat lebih baik dari yang lain dan beberapa hal mudah diingat dari yang lain.

2.2       Mnemonic : Berbagai Strategi untuk Mengingat
Strategi mnemonic adalah teknik untuk membantu ingatan. Strategi ini umumnya terjadi diantara anak-anak dan orang dewasa seperti penggunaan alat-alat bantu ingatan eksternal. Alat-alat bantu eksternal adalah strategi mnemonic dengan menggunakan sesuatu diluar diri seseorang.  Sebagai contoh mencatat nomor telefon, membuat daftar, menyetel alat pengatur waktu, dan menaruh buku perpustakaan didepan pintu. Misalnya mengucapkan nomor telepon secara berulang-ulang setelah melihatnya adalah proses pengulangan. Proses pengulangan adalah strategi mnemonic untuk mempertahankan suatu item didalam memori kerja melalui pengulangan yang disadari. Organisasi adalah menempatkan informasi secara mental kedalam berbagai kelompok untuk memudahkan mengingat kembali. misalnya: hewan, perabot, kendaraan dan pakaian. Elaborasi adalah strategi mnemonic untuk membuat kaitan mental yang melibatkan item-item yang akan diingat. Dalam elaborasi, anak-anak mengaitkan berbagai item dengan sesuatu yang lain, misalnya dikaitkan dengan suau kisah atau khayalan. Semakin bertambahnya usia, anak-anak dapat mengembangkan strategi yang lebih baik dan efektif lalu menyesuaikannya. Ketika diajarkan menggunakan suatu strategi, anak-anak yang lebih tua lebih cenderung menerapkannya pada situasi yang lain. Anak-anak sering kali menggunakan lebih dari satu strategi untuk suatu tugas dan memilih bentuk strategi yang berbeda untuk masalah yang berbeda.

2.3       Perhatian Selektif
Anak-anak usia sekolah dapat berkonsentrasi lebih lama dari anak-anak yang lebih mudah dari mereka dapat memusatkan pada informasi yang mereka perlukan dan inginkan selagi menyaring informasi yang tidak relevan.
Kapasitas untuk perhatian yang selektif yang tumbuh karena kematangan meurologis dan merupakan salah satu alasan ingatan yang meningkat selama masa kanak-kanak tengah. Anak-anak yang lebih tua bisa mengingat kembali daripada anak-anak yang lebih muda karena mereka lebih mampu dalam memilih apa yang mereka ingat dan apa yang ingin mereka lupakan.

     3.         PENDEKATAN PSIKOMETRIK: PENGUKURAN KECERDASAN
Pengukuran kecerdasan ini dapat dilakukan pada individu atau,  kelompok. Beberapa contoh tes untuk mengukur kecerdasan  adalah “the otis –Lennon School Ability Test”, ”Weschler Intelligence Scale for  Children”, dan lain-lain. Untuk mengetahui hasil tes dalam pengukuran kecerdasan, hasil dari tes yang dilakukan dibandingkan dengan hasil yang terstandarisasi (standar yang diperoleh dari skor sampel anak sebagai perwakilan dari seluruh anak pada usia tersebut).



3.1       Kontroversi IQ
Pengukuran kecerdasan menimbulkan kontroversi. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Bagi mereka yang setuju dikarenakan tes  IQ sudah distandarisasi  dan penggunaanya sudah meluas, sehingga menghasilkan informasi yang cukup bia dipercaya dan hasilnya cukup valid. Bagi yang tidak setuju mereka beralasan bahwa tes IQ itu belum tentu  valid, tes IQ juga dianggap meremehkan kecerdasan anak yang karena satu dan lain hal tidak mengerjakan tes tersebut dengan benar.

Pengaruh Bersekolah
Sekolah juga mempengaruhi IQ. Didikan yang diberikan berupa pelajaran juga bisa meningkatkan IQ. Karena itu, pada saat libur sekolah, bisa saja IQ turun karena diliburkannya masa aktif sekolah.
Pengaruh etnis dan kultur. Di berbagai etnis dan kultur, IQ juga berbeda. Banyak pakar yang menyatakan perbedaan tersebut dikarenakan ketidaksamaan kualitas lingkungan, masalah pemasukan nutrisi, kondisi kehidupan, stimulasi intelektual, sekolah, efek tekanan  yang dapat memengaruhi harga diri. 
Beberapa kritik menyatakan perbedaan etnis dalam  IQ karena kecenderungan untuk memasukkan pertanyaan yang menggunakan kosa kata atau informasi yang sudah biasa atau diketahui oleh etnis tertentu. Robert Stenberg  menyatakan bahwa kecerdasan dan kultur  saling berhubungan.

3.2       Apakah Terdapat Lebih dari Satu Kecerdasan?
Tes IQ cenderung  menilai aspek kecerdasan  semuanya yang berfokus hanya untuk yang berguna di bersekolah, tidak menilai aspek  kecerdasan lain seperti akal sehat, keterampilan sosial, wawasan kreatif, dan pengetahuan akan diri.

3.2.1    Teori Multi Kecerdasan Gardner
Teori ini menyatakan tiap orang memiliki bentuk  kecerdasan yang berbeda. Kecerdasan yang tinggi di satu area tidak harus disertai dengan  kecerdasan tinggi di area lainnya. Seorang mungkin sangat berbakat dalam seni (kemampuan spasial), ketepatan gerak (kinestis), hubungan sosial (interpersonal), belum tentu memiliki IQ yang tinggi.

3.2.2    Teori  Kecerdasan Triarkis Stenberg
Menurut Stenberg, kecerdasan  adalah sekelompok kemampuan mental yang diperlukan oleh anak atau orang dewasa untuk menyesuaikan diri dengan konteks lingkungan, dan juga untuk memilih  dan membentuk konteks di tempat mereka tinggal dan beraksi. Teori kecerdasan triarkis Gardner mencakup tiga elemen, yaitu:
   1.    Componential, adalah aspek kecerdasan analitis;
   2.    Experiental, adalah insightful atau kreatif; dan
   3.    Contextual, adalah kecerdasan yang bersifat praktis.

3.3       Petunjuk Baru dalam Pengujian Kecerdasan
Beberapa alat diagnostik dan prediktif baru didasarkan pada penelitian neurologis dan teori pemrosesan informasi. Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC-II) pada edisi keduanya memiliki tes individual bagi anak usia 3–18 tahun. Tes tersebut dirancang untuk mengetahui berbagai kemampuan kognitif pada anak dengan kebutuhan yang beragam (autisme dan gangguan pendengaran dan bahasa) serta dari latar belakang budaya dan bahasa yang bervariasi. Tes ini terdiri dari subtes-subtes yang dirancang untuk meminimalkan instruksi dan jawaban verbal dan berbagai item dengan kandungan budaya yang terbatas. Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC-II) itu sendiri merupakan suatu tes kecerdasan individual yang tradisional, dirancang untuk memberikan pengukuran yang adil pada anak-anak minoritas dan anak-anak dengan cacat tubuh.
Berdasarkan teori Vygotsky, tes dinamis menekankan prestasi potensial daripada prestasi yang dicapai saat ini. Tes ini berupaya menangkap arti kecerdasan yang dinamis dengan megukur berbagai proses belajar secara langsung. Tes dinamis berisi item-item sampai dua tahun di atas tingkat kompetensi yang ada pada anak saat ini. Saat pengujian, sebagian tes akan dikerjakan oleh anak tanpa bantuan penguji dan sebagian lagi dengan bantuan penguji. Kedua hasil yang didapat akan berbeda (antara dengan dan tanpa bantuan) dan perbedaan ini disebut zone of proximal development (ZPD) anak.
Dengan menunjuk pada apa yang siap dipelajari anak, pengetes dinamis dapat memberikan informasi yang lebih berguna kepada guru daripada tes psikometrik dan juga dapat membantu dalam merancang intervensi untuk membantu kemajuan anak. Tes ini dapat sangat efektif bagi anak yang kurang beruntung (dengan gangguan tertentu). Namun, ZPD dilakukan dengan cukup intensif dan mungkin sulit mengukur dengan tepat.
    
     4.         BAHASA DAN LITERASI
4.1       Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem komunikasi yang terdiri atas kata-kata dan simbol-simbol yang digabungkan dalam suatu aturan dan digunakan untuk menghasilkan pesan dalam jumlah tak terbatas.  Bahasa menyediakan berbagai macam keperluan untuk  anak anak yang sedang berkembang; yang membantu dia berinteraksi dengan orang lain. Bahasa memberikan berbagai macam keperluan untuk periode anak yang sedang berkembang, yang membantu anak dalam berinteraksi dengan orang lain, mengkomunikasikan informasi, mengekspresikan perasaannya, keinginan, dan pandangan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi perilaku orang lain, untuk mengeksplorasi dan belajar tentang lingkungan mereka, dan untuk diri dari kenyataan dengan menggunakan imajinasi mereka. Bahasa membantu anak  untuk mengatur persepsi dan pemikiran, mengendalikan tindakan mereka, dan bahkan untuk memodifikasi emosi mereka.
Salah satu bagian terpenting dalam proses belajar pada perkembangan anak adalah pengembangan komunikasi komunikatif dimana anak-anak mengalami kemampuan dalam menyampaikan pikiran, perasaan, dan niat dalam cara yang berarti dan budaya berpola. Komunikasi didefinisikan kedalam dua proses yaitu kita mengirim dan menerima pesan kepada orang lain.

4.1.1    Komponen-komponen dalam Bahasa
   1.    Fonologi (Phonology)
Fonologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bunyi atau fonem, termasuk aturan-aturan yang digunakan untuk membentuk kata. Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya dan disebut sebagai dasar dalam bahasa karena dapat mempengaruhi makna, dan mengubah arti dari sebuah kata. Misalnya “pola dengan “bola”.
   2.    Semantik (Semantics)
Semantik merupakan ilmu yang mempelajari tentang makna dan kombinasi kata seperti pada frasa,klausa, dan kalimat. Pemahaman bahasa memerlukan bukan hanya pengetahuan, dan arti dari kata-kata tertentu, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana kita menggunakan kata-kata dan bagaimana kita menggabungkan mereka dalam frasa dan kalimat. Dengan demikian sebagai manusia yang terus mengalami perubahan, maka pengetahuan semantik pun terus berkembang. Misalnya sebagai mahasiswa baru di Fakultas Psikologi, harus mempelajari kosa kata dari segi psikologis.
   3.    Tata Bahasa (Grammar)
Tata Bahasa menjelaskan tentang struktur dari bahasa, dan terdiri dari dua bagian utama, yaitu: morfologi dan sintaksis. Morfologi berkonsentrasi pada unit terkecil dari makna dalam bahasa. seperti prefiks, sufiks. dan akar kata. Unit-unit ini disebut morfem. Sintaksis merupakan aspek dari bahasa mengkhususkan kepada bagaimana kata dikombinasikan kedalam frasa, klausa, dan kalimat. Misalnya, setiap bahasa memiliki aturan sintaksis yang mengungkapkan tentang hubungan ketatabahasaan seperti negasi, kepemilikan interogasi, dan penyusunan subyek dan obyek dalam pernyataan.
   4.    Pragmatik (Pragmatic)
Pragmatik merupakan seperangkat aturan yang menspesifikasikan bahasa yang sesuai untuk konteks sosial tertentu. Jadi, pragmatik secara langsung menyangkut komunikasi yang efektif dan tepat.

4.1.2    Perkembangan Bahasa pada Masa Kanak-kanak Tengah
Perkembangan Bahasa pada masa kanak-kanak tengah, meliputi:
   1.    Kosakata telah berkembang, dimana kemampuan anak untuk menggunakan kata-kata seperti kata kerja  bertambah, seperti dalam menggambarkan suatu tindakan seperti memukul, menampar, menggebuk, menghantam. Anak-anak mengerti bahwa sebuah kata memiliki lebih dari satu makna, dan mengetahui dalam konteks mana itu dimaksudkan.
     2.    Dalam penggunaan tata bahasa, anak-anak pada masa ini belum menggunakan kata-kata berbentuk pasif, bentuk kata yang mencakup kata bantu have, dan kalimat bersyarat.
     3.    Pemahaman anak-anak mengenai aturan sintaks ( setelah usia 9 tahun) menjadi makin canggih dan struktur kalimat menjadi lebih terelaborasi. Anak-anak yang lebih tua menggunakan klausa subordinatif dan mereka melihat dampak semantik sebuah kalimat sebagai suatu keseluruhan, daripada memusatkan pada urutan kata sebagai isyarat makna.
     4.    Pragmatik (pragmatics) merupakan wilayah utama pertumbuhan linguistik selama masa-masa sekolah. Anak-anak pada usia ini dapat mengenali kegagalan komunikasi dengan cepat dan melakukan sesuatu untuk memperbaikinya. Komunikasi anak-anak juga lebih kolaboratif ketika bekerja dengan pasangan yang berjenis kelamin sama.

4.2       Literasi
Belajar membaca dan menulis membebaskan anak dari keterbatasan komunikasi tatap muka, memberikan mereka akses kepada berbagai ide dan imajinasi orang-orang di tempat yang jauh dan pada masa silam. Setelah anak-anak dapat menerjemahkan objek pada sebuah halaman menjadi pola-pola suara dan makna, mereka dapat mengembangkan strategi canggih yang kian bertambah untuk memahami apa yang mereka baca, serta mereka dapat menggunakan kata-kata tertulis untuk mengungkapkan berbagai ide,pikiran, dan perasaan.

4.3       Membaca
            Anak-anak dapat mengidentifikasikan kata yang dicetak dengan dua cara, yaitu:
   1.    Decoding
Decoding merupakan proses analisis fonetik dimana kata tercetak diubah menjadi bentuk percakapan sebelum disimpan dan diingat kembali dari ingatan jangka pendek.
   2.    Visual-based retrieval (menyimpan dan mengingat kembali berdasarkan visual)
Visual-based retrieval merupakan proses menyimpan dan mengingat kembali suara tercetak ketika melihat kata sebagai suatu keseluruhan.
            Kedua cara ini membentuk inti dua pendekatan yang berlawanan untuk membaca instruksi, yaitu:
   1.    Fonetik atau pendekatan kode (phonetic or code emphasis approach)
Yaitu pendekatan untuk mengajar membaca yang menekankan decoding kata-kata yang tidak familiar.
   2.    Pendekatan keseluruhan bahasa (whole-language approach)
Yaitu pendekatan untuk mengajar membaca yang menekankan penyimpanan dan pengingatan kembali visual dan penggunaan isyarat kontekstual.
Anak-anak yang dapat memunculkan baik strategi berdasarkan visual maupun fonetik, menggunakan mengingat kembali visual untuk kata-kata familiar dan decoding fonetik untuk kata-kata yang tidak familier, menjadi pembaca yang lebih baik dan serba bisa.

4.4       Menulis
     Pemerolehan keterampilan menulis bersamaan dengan perkembangan membaca. Anak-anak prasekolah yang lebih tua mulai menggunakan berbagai huruf, angka, dan bentuk-bentuk seperti huruf sebagai simbol yang mewakili kata-kata atau bagian dari kata-kata, suku kata atau fonem. Menulis menuntut anak menilai secara mandiri apakah tujuan telah dicapai atau tidak.
     5.         ANAK DI SEKOLAH
Pada masa ini, semua aspek perkembangan anak juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolahnya sehingga berkembang ke arah yang lebih baik. Pengalaman pada awal masa sekolah dapat menentukan bagaimana mereka kedepannya.

5.1       Memasuki Kelas Satu
Pada umumnya anak-anak yang akan memasuki kelas satu akan ada yang merasa semangat ataupun cemas. Awal mereka memasuki sekolah (pada hari-hari awal) merupakan suatu hal yang penting yang dapat menjadi tanda bagaimana perkembangan anak tersebut selanjutnya.
Untuk dapat maksimal dalam akademiknya, anak-anak harus aktif dalam berbagai kegiatan di sekolah, baik itu dalam studi maupun ekstrakurikuler, karena ekstrakurikuler juga dapat membantu seorang anak untuk dapat lebih berprestasi di sekolahnya.

5.2       Pengaruh Prestasi di Sekolah
Selain dipengaruhi oleh karakteristik, prestasi seorang anak juga dipengaruhi oleh tiap konteks di dalam kehidupan mereka seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

5.2.1    Sang Anak : Self Efficacy Beliefs and Gender
Albert Bandura dengan teori kognitif sosialnya mengatakan bahwa seorang anak dengan self efficacy yang tinggi pada umumnya memiliki keinginan untuk dapat berprestasi dan lebih berhasil dibandingkan dengan anak-anak yang tidak percaya akan kemampuan yang mereka miliki. Dan pada umumnya juga perempuan cenderung lebih baik dalam hal berprestasi dibandingkan laki-laki.

5.2.2    Penerapan Pola Asuh
Orang tua yang ingin memiliki anak yang berprestasi akan lebih membuka situasi belajar bagi si anak. Maksudnya ialah orang tua akan mengatur semua kegiatan anaknya agar dapat terkontrol, misalnya dengan membuat time table untuk si anak. Hal ini dapat mendukung prestasi anak tersebut karena secara tidak langsung perilaku orang tua seperti ini dapat menimbulkan motivasi bagi anak untuk meningkatkan prestasinya (rasa peduli orang tua terhadap studi anak dapat menimbulkan rasa peduli anak tersebut juga terhadap studinya).
Cara orang tua memberikan motivasi kepada anaknya juga mempengarhi pencapaian si anak. Ada dua motivasi yang digunakan orang tua dalam memotivasi anaknya, yakni :
   a.    Eksternal (ekstrinsik)
Dengan memberikan imbalan atas pencapaian mereka.
Cth:  Memberikan mainan baru ketika anak mendapatkan prestasi yang baik; atau
          memberi hukuman ketika anak mendapat prestasi yang buruk.
   b.    Internal (intrinsik)
Dengan memberi pujian atau penghargaan atas pencapaian mereka.
Cth: Memberi pujian atas hasil karya anak.

Selain itu, sikap orang tua dalam memberi perhatian kepada studi anaknya juga mempengaruhi hasil yang akan diperoleh si anak, seperti :
   a.    Authoritative Parents
Bersifat “demokratis” dan orang tua memegang harapan tinggi pada anaknya (berpusat pada anak). Perhatian yang diberikan menimbulkan sikap internal yang positif pada anak seperti rasa ingin tahu dan ketertarikan anak terhadap belajar, dan sebagainya.
   b.    Authoritarian Parents
Orang tua dengan sikap seperti ini biasanya berpegang pada motivasi eksternal. Orang tua akan memantau secara ketat ketika anaknya belajar di rumah, mengawasi setiap kegiatan anaknya, dan sebagainya. Bukannya meningkatkan prestasi anak, sikap orang tua terhadap anak yang demikian malah dapat membuat prestasi anaknya menurun karena si anak mendapat tekanan dari orang tuanya sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung.
   c.     Permissive Parents
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang bersifat acuh tak acuh terhadap prestasi anaknya di sekolah, dan hasil yang diperoleh juga biasanya akan sama seperti pada authoritarian parents.

5.2.3    Status Sosial-ekonomi
Status sosial ekonomi cukup kuat berpengaruh terhadap pencapaian dalam pendidikan anak. Status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menyediakan fasilitas untuk mendukung perkembangan anaknya.
Di samping itu, lingkungan yang dapat merangsang kognitif juga dapat meningkatkan motivasi intrinsik anak sehingga mampu mengembangkan si anak terutama dalam pendidikannya menjadi lebih baik.
Namun tidak jarang seorang anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah memiliki prestasi yang cukup membanggakan. Yang membentuk anak tersebut menjadi demikian ialah modal sosial yang ia peroleh yang kemudian dimanfaatkan oleh anak tersebut dan keluarganya. Berbagai subsidi untuk perawatan anak yang diterima orang tua yang kurang mampu juga dapat menjadi suatu pengaruh bagi anak untuk dapat memiliki prestasi yang baik di sekolah.

5.2.4    Sistem Pendidikan
Sepanjang abad ke-20 beberapa filosofi pendidikan mengubah teori dan praktik pendidikan dari “three R’s” (reading, ‘riting, ‘rithmetic) menjadi “child-centered” yang berpusat pada minat anak-anak. Pada tahun 1980-an pemerintah beberapa negara mengajukan rencana untuk meningkatkan prestasi siswa di sekolah dengan cara memberikan lebih banyak tugas. Pendapat ini pun “memanen” pendapat dari masyarakat. Bagi mereka yang mendukungnya, mereka memandang bahwa tugas/pekerjaan rumah (homework) dapat memberikan banyak manfaat bagi anak, salah satunya yaitu untuk dapat mendisiplinkan pikiran dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik. Namun di lain pihak terdapat kontra yang berpendapat bahwa tugas-tugas hanya akan membahayakan kesehatan fisik dan emosional dari si anak serta dapat mengganggu kehidupan keluarganya.

5.2.5    Lingkungan Sekolah
Keadaan di sekolah ternyata merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi anak di sekolah. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang membuktikan bahwa suasana dalam belajar di sekolah juga dapat mempengaruhi pencapaian anak dalam pendidikannya. Kualitas udara, suhu, kelembaban, penerangan, dan mutu suara yang memadai merupakan hal-hal yang dapat meningkatkan kinerja siswa. Selain itu, banyaknya peserta didik dalam suatu kelas juga menjadi salah satu faktornya, dimana berdasarkan penelitian tersebut telah dibuktikan bahwa anak-anak yang belajar di sekolah yang kuantitas pelajarnya lebih sedikit akan cenderung lebih sosial dan interaktif, sehingga kualitas belajar-mengajar pun menjadi maksimal jika dibandingkan dengan mereka yang belajar pada kelas “besar”.
Inovasi Pendidikan Saat Ini
Suatu sekolah di Chicago pada 1996 merapkan sistem social promotion, yaitu kebijakan tentang kenaikkan kelas meskipun mereka tidak memenuhi standar akademik. Mereka menggunakan sistem tersebut karena berpandangan bahwa dengan menerapkan sistem yang normal (menggunakan standar akademik untuk kenaikan kelas) hanya akan membawa dampak yang buruk bagi anak yang tinggal kelas. Mereka juga telah melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa kebijakan tinggal kelas di Chicago tidak meningkatkan nilai siswa, memperburuk nilai siswa di kelas tertentu, dan meningkatkan jumlah siswa yang dikeluarkan dari sekolah (dropout).
Banyak pendidik yang berpendapat bahwa pengidentifikasian sejak dini terhadap anak dapat menjadi solusi untuk menangani masalah ini. Anak yang memiliki masalah dalam prestasinya di sekolah dapat diberikan program lain yang menawarkan kelas kecil yang lebih terfokus kepada anak tersebut, dan hal ini telah dibuktikan oleh mereka yang ikut sekolah musim panas, dimana mereka cenderung lebih mengungguli sejumlah teman seusia mereka yang tidak mengikutinya.
Orang tua juga memiliki cara sendiri dalam upaya meningkatkan prestasi anaknya, yaitu dengan charter school ataupun homeschoolling. Orang tua memilih cara demikian karena pada umumnya khawatir akan lingkungan sekolah yang buruk dan juga dengan alasan dan pertimbangan yang lain.
Pemanfaatan Komputer dan Internet
Akhir-akhir ini jumlah anak yang menggunakan internet meningkat pesat. Sebuah penelitian di Amerika Serikat membuktikan pernyataan ini dimana tiga dari empat anak sudah memiliki komputer dan dapat mengakses internet.
Hal ini memiliki dampak positif dan negatif bagi si anak seperti yang banyak kita ketahui selama ini. Salah satu dampak positifnya ialah terbukanya pikiran anak mengenai dunia luas sehingga pengetahuan umum anak akan dapat berkembang dengan cepat, namun di sisi lain karena terlalu luasnya jangkauan ini maka tidak menutup kemungkinan si anak juga dapat mengakses informasi yang tidak sepatutnya diperolehnya. Selain itu mereka juga perlu belajar mengevaluasi secara kritis indornasi yang mereka temukan di dunia maya dan memisahkan fakta dari pendapat dan iklan.

5.2.6    Budaya
Budaya yang diterima anak turut mempengaruhi prestasinya akademiknya. Misalnya seperti anak Asia yang tinggal di Amerika. Sebagaimana budayanya –terutama Asia Timur seperti Jepang, Cina, dan sebagainya, mereka dituntut untuk lebih mengutamakan pendidikan selama mereka mengenyam pendidikan. Kebiasaan ini bukan diturunkan oleh gen orangtuanya, melainkan karena dipengaruhi oleh budaya tersebut, sehingga dengan budaya memprioritaskan pendidikan tersebut mereka mampu meningkatkan prestasi mereka sendiri.

5.3       Pendidikan Bahasa Kedua
Metode belajar dengan dua bahasa cukup penting dalam perkembangan kognitif anak. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian yang diperoleh oleh anak-anak di Amerika Serikat yang menggunakan dua bahasa dalam proses belajarnya di sekolah, misalnya dengan program bilingual education. Program ini memberi pelajaran kepada anak-anak (yang tidak menggunakan bahasa Inggris)  dalam bahasa asli mereka sambil belajar bahasa Inggris dan kemudian berpindah ke instruksi pengajaran dengan bahasa Inggris. Pendekatan ini berpendapat bahwa anak-anak berkembang secara akademik lebih cepat dalam bahasa asli mereka dan kemudian lebih mudah menyesuaikannya dalam kelas bahasa Inggris.
Pendekatan lain adalah English-immersion, dimana dalam pendekatan ini bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa kedua yang instruksi pengajarannya diberikan hanya dalam bahasa Inggris. Pada pendekatan ini dinyatakan bahwa semakin awal anak-anak belajar bahasa Inggris, semakin banyak ia akan menuturkannya, dan semakin baik mereka mempelajarinya. Namun pendekatan ini tidak selamanya melekat dalam diri seorang anak melainkan keefektifannya akan menurun dari masa anak-anak awal sampai masa remaja akhir.
Pendekatan lain yang kurang lazim ialah two way or dual-language learning, yaitu anak-anak berbahasa Inggris dan berbahasa asing belajar bersama-sama dengan bahasa mereka sendiri dan masing-masing bahasa.

5.4       Anak dengan Permasalahan Belajar
Keterbelakangan Mental (Mental Retardation)
Keterbelakangan mental merupakan fungsi kognitif yang berada di bawah normal secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari IQ selotar 70 atau kurang, dan juga defisiensi dalam perilaku adaptif pada usia yang sesuai yang muncul sebelum umur 18 tahun.
Masalah mengenai keterbelakangan mental ini karena adanya tren dalam skor IQ, maka untuk menyesuaikannya, tes-tes kecerdasan dinormakan ulang secara periodik/berkala (dibuat semakin sulit). Maka pengelompokan anak-anak yang memiliki kecerdasan borderline sebagai keterbelakangan mental bergantung pada apakah anak telah dites sebelum atau sesudah pengenalan norma yang lebih kaku.
Banyak hal yang menjadi penyebab keterbelakangan mental seperti gangguan genetika, kecelakaan yang traumatis, dan sebagainya. Pencegahan kasus ini dapat dicegah dengan beberapa hal seperti dengan konseling genetika, perawatan prenatal, amniosentesis, dan sebagainya. Namun dari semua yang diketahui, 30 sampai 50 persen kasus keterbelakangan mental ini tidak diketahui penyebabnya.
Banyak anak dengan keterbelakangan mental mendapatkan manfaat dari sekolah, dimana sekolah akan berupaya untuk meningkatkan kualitas si anak agar dapat berbaur dan bermanfaat di masyarakat. Untuk kasus yang lebih parah diperluakan perawatan lebih dan biasanya perawatannya dilakukan di dalam suatu intuisi.

5.4.1    Kesulitan Belajar (Learn Disabilities –LDS )
Kesulitan belajar adalah gangguan yang  mengganggu aspek belajar dan prestasi belajar yang spesifik. Salah satu gangguan dalam belajar yang paling umum teridagnosis ialah disleksia (dyslexia) –merupakan gangguan perkembangan dimana prestasi membaca lebih  rendah dibandingkan yang telah diprediksikan oleh IQ.
Anak-anak yang memiliki kesulitan belajar biasanya memiliki kecerdasan mendekati rata-rata atau lebih tinggi dan pendengaran dan penglihatan yang normal, namun mereka memiliki kesulitan dalam memproses informasi sensoris. Mereka juga kurang berorientasi pada tugas dan tidak fokus, kurang terorganisir dengan baik sebagai pembelajar dan cenderung kurang menggunakan berbagai strategi ingatan. Namun di sini bukan berarti mereka yang memiliki kesulitan pada hal atau bidang tertentu memiliki kesulitan belajar. Beberapa tidak diajarkan dengan benar, adanya kesulitan membaca atau mendengar arahan, kurang motivasi dan minat pada mata pelajaran, dan sebagainya.
Anak yang mengalami kesulitan belajar kebanyakan diidentifikasi mengalami disleksia. Disleksia menghambat perkembangan keterampilan bahasa lisan dan tulisan serta dapat menyebabkan masalah dalam menulis, mengeja, dalam tata bahasa, pemahaman bicara, dan juga membaca.

5.4.2    Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
Merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian yang menetap, perhatian yang mudah teralih, impulsivitas, toleransi yang rendah terhadap kegagalan, dan aktivitas yang sangat banyak pada waktu dan tempat yang salah. ADHD diderita oleh sekitar 2-11 persen atau lebih anak-anak usia sekolah di seluruh dunia. Kemungkinan menderita ADHD lebih besar pada anak laki-laki daripada perempuan. Karakteristik ADHD (tidak memperhatikan dan hiperaktif) muncul pada berbagai  kadar tertentu di kebanyakan anak, dan yang menjadi kekhawatiran adalah ketika karakteristik ini sering muncul dan parah sehingga mengganggu fungsi anak di sekolah dan di kehidupan sehari-hari.
ADHD memiliki dasar genetika yang penting, dimana yang diwariskan mendekati 80 persen. Pada awalnya dasar dari perilaku ini menguntungkan karena membantu penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan yang pesat, namun berubah menjadi masalah ketika tingkatnya sudah berlebihan Masalah saat kelahiran dapat menjadi penyebab gangguan ini, misalnya karena kelahiran prematur, orang tua yang mengkonsumsi alkohol, kekurangan oksigen, dan sebagainya.
Anak dengan ADHD memiliki struktur otak yang kecil di dalam kotikel yang mengatur perhatian dan mengendalikan dorongan/keinginan. Mereka cenderung melupakan tanggung jawab, mudah marah dan frustasi, mudah menyerah, dan sebagainya. Orang tua dapat membantu anak-anak ini dengan memecah tugas menjadi bagian-bagian yang kecil, memberi dorongan mengenai aturan, serta memberikan ganjaran langsung untuk pencapaian kecil.
Penanganan ADHD sering dengan menggunakan obat-obatan dan terkadang dikombinasikan dengan terapi perilaku, dengan konseling, penempatan pada kelas khusus, dan sebagainya. Namun penanganan dengan menggunakan obat-obatan belum diketahui apakah memiliki dampak panjang atau tidak. Salah satu obat yang digunakan untuk menangani ADHD adalah Ritalin.

5.4.3    Mendidik Anak dengan Berbagai Ketidakmampuan
Salah satu yang dapat dilakukan untuk dapat mendidik anak dengan ketidakmampuan adalah dengan memberikan program bagi perorangan yang dirancang untuk tiap-tiap anak sesuai ketidakmampuannya dengan adanya keterlibatan orang tua. Anak-anak harus dididik dalam “lingkungan yang paling sedikit batasannya” yang sesuai dengan kebutuhan mereka,  yang artinya, jikalau memungkinkan, anak dimasukkan ke kelas biasa.
Banyak anak ini yang mengikuti program “inklusi”, yaitu program yang menggabungkan mereka dengan anak-anak normal seharian atau setengan hari. Inklusi dapat membantu anak dengan ketidakmampuan belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat dan dapat membantu anak-anak normal mengetahui dan memahami orang-orang dengan ketidakmampuan. Namun masalah yang mungkin terjadi pada program ini adalah anak-anak dengan kesulitan belajar mungkin dievaluasi dengan standar yang tidak realistis, mengakibatkan mereka tidak naik kelas.

5.5       Anak-anak Berbakat
Yang menjadi tolok ukur dalam mengelompokkan seorang anak termasuk ke dalam berbakat belum jelas. Hal ini dikarenakan suatu kreativitas atau bakat seni dipandang berdiri sendiri, sehingga kemampuan lain masih belum jelas penggolongannya.

5.5.1    Mengidentifikasi Anak Berbakat
Salah satu penilaian seorang anak itu berbakat atau tidak ialah dengan melihat kriteria konvensional. Seorang anak dengan IQ 130 atau lebih digolongkan sebagai anak yang berbakat. Namun cara ini masih belum universal karena belum mencakup kemampuan anak dalam bidang lain misalnya anak yang tingkat kreativitasnya sangat tinggi sehingga jawaban mereka membuat skor IQ yang diperoleh rendah, anak yang memiliki potensi namun belum berkembang, dan anak-anak yang memiliki kemampuan khusus (hanya pada bidang tertentu saja). Namun sekarang tidak sedikit sekolah yang mulai mengadopsi kriteria majemuk untuk memasukkan anak ke program bakat yang mencakup skor prestasi, rangking, dan lain-lain, tetapi IQ masih berperan penting dan terkadang menjadi faktor penentu.

5.5.2    Mendefinisikan dan Mengukur Kreativitas
Kreativitas (creativity merupakan suatu kemampuan melihat banyak hal dengan sudut pandang yang baru untuk menghasilkan sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya atau melihat masalah yang gagal dikenali orang lain dan menemukan pemecahan yang baru dan tak biasa. Kreativitas yang tinggi tidak harus berkaitan erat dengan kecerdasan akademi yang tinggi (IQ).
Menurut J. P. Guilford, berpikir dibedakan atas dua bentuk, yaitu:
   1.    Berpikir konvergen, yaitu bentuk yang diukur oleh tes IQ, untuk mencari jawaban tunggal yang benar.
   2.    Berpikir divergen, menghasilkan kemungkinan baru dalam rentang yang lebar.
Berbagai tes kreativitas mengukur konsep berpikir divergen. Salah satu contoh tes kreativitas yang dikenal luas adalah The Torrance Test of Creative Thinking. Suatu masalah tentang tes ini adalah sebagian skor bergantung kepada kecepatan, sedangkan kecepatan bukanlah ciri utama dari kreativitas. Walaupun hasilnya cukup reliabel, namun kevalidannya masih dipertanyakan, misalnya apakah mereka juga mengidentifikasi anak yang kreatif dalam kehidupan sehari-hari. Gliford juga mengatakan bahwa berpikir divergen mungkin saja bukan faktor satu-satunya atau bahkan paling penting dalam kinerja kreatif.

5.5.3    Mendidik Anak Berbakat
Ada program khusus yang dapat menjadi pilihan bagi pengembangan diri anak yang berbakat seperti :
     1.    Enrichment, yaitu memperluas dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan melalui kelas ekstra, proyek penelitian, kunjungan lapangan, atau pelatihan oleh para ahli.
   2.    Acceleration, merupakan pendekatan terhadap pendidikan anak berbakat yang menggerakkan mereka melalui kurikulum dengan kecepatan pesat yang tidak biasa. Acceleration ini sering direkomendasikan untuk anak yang sangat berbakat, untuk mempercepat pendidikan mereka melalui masuk sekolah lebih dini, pelajaran spesifik, dan sebagainya.
Program-program tersebut tidak hanya mampu meningkatkan prestasi anak dalam bidang akademik, tetapi juga cenderung meningkatkan konsep diri dan penyesuaian sosial si anak.
Namun demikian, beberapa pendidik tidak mendukung adanya pengelompokan anak yang berbakat dan tidak. Mereka mengharapkan semua anak mendapatkan manfaat dari dorongan di bidang yang menjadi minat dan kemampuan mereka. Pengembangan kecerdasan dan kreativitas pada anak dapat membantu mereka untuk memanfaatkan dan lebih mengembangkan potensinya. Tingkat kegiatan yang mereka lakukan akan mempengaruhi konsep diri dan aspek kepribadian lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar