Jumat, 31 Mei 2013

PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL INDERA PENGLIHATAN 2



LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL
Nama Mahasiswa        : Adam Tirtaputra
NPM                             : 10512115
Tanggal Pemeriksaan : 4 May 2013
Nama Asisten  : 1. Yuli R.
                            2. -
Paraf Asisten   :

I.       Percobaan                              :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                   :   Buta Warna
Nama Subjek Percobaan      :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan                :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk mengetahui apakah seseorang menderita buta warna atau tidak.
b. Dasar Teori                       :   Penglihatan warna sangatlah dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.  
                                                    Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
                                                    Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu: Conus yang menerima warna hijau, merah dan biru. Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi, rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75:13:0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0:14:86; untuk sensasi jingga tua-kuning, kelompok rasionya 100:50:0; untuk sensasi hijai, kelompok rasionya 50:85:15, demikian seterusnya.
                                                    Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna yang mempengaruhi total maupun sebagian kemampuan individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata, antara lain: yang pertama, Akromatisme, adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Yang kedua, Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau.
                                                    Untuk menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat dilakukan dengan Tes Stilling Isihara. Tes Isihara (Jepang) dan Tes Stilling (Jerman), yaitu lukisan angka dan huruf dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna. Angka-angka huruf-huruf dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang bermacam-macam pula warnanya. Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf dan gambar tersebut.
                                                    Deutrinophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna hijau, Protanophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna merah, sedangkan Tritanophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna biru atau kuning.
c. Alat yang Digunakan       :   Kartu uji Stilling Isihara dan Stilling Isihara 1.
d. Jalannya Percobaan        :   Masuk ke dalam tes Stilling Isihara tersebut, lalu akan tampil kartu-kartu dari ujian dari Stilling Isihara itu, kerjakan apa yang dilihat dari rangkaian warna yang terdapat dari uji Stilling Isihara tersebut lalu submit dari setiap hasil yang dikerjakan, setelah sudah mengerjakan dari semua tes tersebut selanjutnya submit and all finish.
e. Hasil Percobaan                :   1.1  Hasil individu:
                                                           Time: 4 mins 42 secs
                                                           Marks: 19,8/20
                                                           Grade: 9,9 out of a maximum of 10 (99%)
                                                    1.2  Hasil sebenarnya:
                                                           Time: 4 mins 42 secs
                                                           Marks: 19,8/20
                                                           Grade: 9,9 out of a maximum of 10 (99%)
f. Kesimpulan                       :   Buta warna tersebut diakibatkan oleh kurangnya kemampuan untuk mendapatkan cahaya yang berasal dari sel kerucut (conus) dan sel batang (bacillus) untuk menangkap cahaya yang masuk ke mata. Buta warna ada 2 (dua) jenis yaitu buta warna permanen dan buta warna temporer. Akromatisme adalah buta warna yang bersifat total dimana subjek sudah tidak dapat melihat semua warna. Diakromatisme adalah buta warna yang tidak sempurna dimana subjek masih dapat melihat warna tetapi tidak seperti orang yang memiliki mata normal. Apabila hasil percobaan tersebut tidak ada yang benar maka bisa dikatakan bahwa subjek tersebut mengalami buta warna Akromatisme sedangkan apabila jumlah benar dari uji Stilling Isihara tersebut lebih dari 0 maka dapat dikatakan bahwa subjek tersebut mengalami buta warna Diakromatisme.
g. Daftar Pustaka                 :   Syamsuri, Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA                                        kelas XI semester 2. Jakarta: Penerbit                           Erlangga.
                                                    Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                             Universitas Gunadarma.

II.      Percobaan                             :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                  :   Bintik Noda Buta
Nama Subjek Percobaan     :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan               :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk mengetahui jarak (dalam cm) bintik buta seseorang serta menentukan letak proyeksi bintik buta.
b. Dasar Teori                       :   Noda buta adalah suatu titik dimana akson-akson meninggalkan mata sehingga tidak ada reseptor. Dinamakan noda buta karena tidak sensitif terhadap cahaya. Akson-akson ini berasal dari sel-sel ganglion yang distimulasi oleh sel-sel bipoler akibat perangsangan dari conus dan bacillus. Akson-akson ini kemudian membentuk nervus opticus. Ketika akan meninggalkan mata, tidak ada reseptor sehingga tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya, akhirnya terjadi noda buta.
                                                    Lapangan penglihatan merupakan suatu daerah yang terlihat oleh sebuah mata dari lapangan asal ke daerah yang terlihat pada sisi lateral yang dinamakan lapangan penglihatan tamporal.
                                                    Noda buta tersebut terletak pada sisi nasal pada retina. Oleh karena sinar berjalan dalam garis lurus, maka suatu noda buta berada dalam medan penglihatan temporal pada penglihatan periferal.
                                                    Alat untuk menentukan noda buta seseorang adalah capimeter. Prinsip penggunaannya sama dengan pherimeter hanya bentuknya saja yang berbeda, capimeter berupa papan dengan lingkaran-lingkaran yang digambar pada papan capimeter itu lengkap dengan derajat-derajatnya. Letak dari noda buta (pada papilla vervus optica) yaitu kurang lebih 15 derajat keluar dimana pada daerah ini retina tidak dapat melihat benda yang digerakkan tadi. Jadi, Scotoma (daerah noda buta) dapat diterapkan dengan capimeter. Benda digerakkan dari luar ke dalam dan subjek yang diperiksa diminta memberi tahu bila ia tidak melihat benda yang digerakkan agar daerah noda butanya dapat dicatat.
c. Alat yang Digunakan       :   Kertas hitam dengan tanda lingkaran dan tanda tambah berwarna putih; capimeter dan bulatan sebesar 1 cm berwarna putih dengan tongkat.
d. Jalannya Percobaan        :   Mata sebelah kiri dari praktikan ditutup dan mata sebelah kanan melihat ke tengah lingkaran dengan sangat fokus, dimana penglihatan harus lurus ke depan dengan kertas yang sudah di laminating tersebut dimana sebelah kiri adalah gambar lingkaran dan sebelah kanan adalah gambar tambah/plus. Setelah itu dekatkan kertas tersebut terus menerus sampai tanda tambah/plus tersebut yang berada di samping kanan lingkaran tersebut menghilang sedikit demi sedikit, apabila gambar tambah/plus sudah hilang, catatlah jarak dari kertas tersebut dengan mata kita. Lalu selanjutnya dekatkan kertas tersebut lagi sampai tanda tambah/plus tersebut terlihat lagi dan catat kembali jarak tersebut.
e. Hasil Percobaan                :   2.1  Hasil individu: Jarak dimana tanda tambah tersebut menghilang saat kertas di dekatkan adalah 34cm sedangkan muncul kembali pada jarak 23cm. Sehingga jarak medan noda buta adalah 34 – 23 cm : 11cm.
                                                    2.2  Hasil sebenarnya: Rumus untuk jarak medan noda buta adalah Jarak objek hilang – Jarak objek muncul kembali. Noda buta adalah suatu titik dimana akson-akson tersebut meninggalkan mata sehingga tidak ada reseptor yang tidak sensitif terhadap cahaya. Normalnya jarak untuk noda buta adalah dibawah 40cm. Bintik buta letaknya di sebelah bintik kuning/fovea nasalis. Noda buta tidak sensitif terhadap cahaya dikarenakan tidak ada sel batang dan sel kerucut.                  
f. Kesimpulan                       :   Jarak penglihatan antara setiap mata praktikan adalah berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa bintik noda buta dari setiap praktikan juga akan berbeda dan dapat dikatakan juga lapangan penglihatan dari tiap-tiap mata juga berbeda. Bintik noda buta dari setiap orang berbeda karena reseptor dari setiap praktikan juga berbeda dimana pada saat akson-akson tersebut meninggalkan mata maka tidak ada reseptor yang tidak sensitif terhadap cahaya.
g. Daftar Pustaka                 :   Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                                         Universitas Gunadarma.

III.    Percobaan                             :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                  :   Maxwell
Nama Subjek Percobaan     :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan               :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk membuktikan adanya kelambatan (delay) retina; terjadinya pencampuran warna secara subjektif serta kontras yang simultan.
b. Dasar Teori                       :   Pada retina terdapat dua macam sel reseptor (fotoreseptor), yaitu sel kerucut (sel conus) dan sel batang (bacillus). Jika diurutkan dari arah depan ke belakang,cahaya akan menembus melewati kornea, aqueous humour, lensa, vitreous humour, dan lapisan retina yang mengandung sel kerucut dan sel batang. Pada retina terdapat suatu daerah yang disebut fovea atau bintik kuning yang hanya berisi sel-sel kerucut. Penyebaran sel kerucut dan sel batang pada retina tidak merata. Di bagian tepi (perifer) yang paling jauh dari bintik kuning hanya berisi sel batang.
                                                    Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.  
                                                    Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
                                                    Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu: Conus yang menerima warna hijau, merah dan biru. Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75:13:0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0:14:86; untuk sensasi jingga tua-kuning, kelompok rasionya 100:50:0; untuk sensasi hijai, kelompok rasionya 50:85:15, demikian seterusnya.
                                                    Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna yang mempengaruhi total maupun sebagian kemampuan individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata, antara lain: yang pertama, Akromatisme, adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Yang kedua, Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau.
Deutrinophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna hijau, Protanophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna merah, sedangkan Tritanophia adalah kehilangan sel kerucut untuk warna biru atau kuning.
Keterlambatan dari retina itu dapat disebabkan oleh stimulasi cahaya yang berturut – turut dengan jarak antara stimuli yang sangat dekat ,  dan menimbulkan penglihatan cahaya yang terus – menerus , atau penglihatan yang ditimbulkan oleh suatu cahaya warna lain. Setelah itu akan menimbulkan terjadinya pencampuran warna dari cahaya yang jatuh ke retina . Terjadinya kontras simultan pada suatu warna lain yang ternyata merupakan warna – warna komplemen dari warna sektor .
c. Alat yang Digunakan       :   Alat pemutar Maxwell; Kertas lingkaran dengan sektor putih-hitam; Kertas lingkaran berwarna merah, hijau, kuning, biru dan ungu; Kertas lingkaran hitam putih dengan jari-jari lebih kecil serta kertas lingkaran berwarna merah, hijau, kuning, biru dan ungu yang diselilingi garis hitam tebal.
d. Jalannya Percobaan        :   Masuk ke dalam tes Maxwell dan di dalam test Maxwell tersebut akan ada video, video tersebut isinya adalah piringan CD yang berputar dan mencampurkan warna tersebut. Putar videonya sehingga video tersebut akan berputar dan mencampurkan warna lihat pencampuran warna tersebut lalu submit dan next setelah sudah semua selanjutnya submit and all finish.
e. Hasil Percobaan                :   3.1   Hasil individu:
                                                            Time: 5 mins 4 secs
                                                            Marks: 3,9/5
                                                            Grade: 7,8 out of a maximum of 10 (78%)
                                                    3.2   Hasil sebenarnya:
                                                            Biru + merah = Ungu
                                                            Putih + hitam = Putih
                                                            Kuning + hitam = Kuning hitam
                                                            Pelangi = Abu-abu
                                                            Biru + kuning = Hijau muda
f. Kesimpulan                       :   Pencampuran warna yang diakibatkan dari percobaan Maxwell sangatlah berbeda apabila kita mencampurkan warna cat atau melihat pantulan warna di cermin dikarenakan adanya kelambatan retina yang kita dapati saat video yang merupakan piringan tersebut diputar sehingga hasilnya berbeda dengan pencampuran warna cat tersebut. Keterlambatan dari retina itu dapat disebabkan oleh stimulasi cahaya yang berturut – turut dengan jarak antara stimuli yang sangat dekat ,  dan menimbulkan penglihatan cahaya yang terus – menerus , atau penglihatan yang ditimbulkan oleh suatu cahaya warna lain. Setelah itu akan menimbulkan terjadinya pencampuran warna dari cahaya yang jatuh ke retina . Terjadinya kontras simultan pada suatu warna lain yang ternyata merupakan warna – warna komplemen dari warna sektor .
g. Daftar Pustaka                 :   Syamsuri, Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA                                        kelas XI semester 2. Jakarta: Penerbit                           Erlangga.
                                                    Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                             Universitas Gunadarma.

IV.    Percobaan                             :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                  :   Horizontal Lines Paralel
Nama Subjek Percobaan     :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan               :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk mengetahui bahwa balok-balok yang terlihat tidak sejajar sebenarnya sama lebarnya.
b. Dasar Teori                       :   Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya.
Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk di kirim ke fissura calcarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan bacillus. Bayangan yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan dua dimensi.
Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut pembentukkan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua, impuls diubah oleh sel horizontal; pada pembentukkan bayangan ketiga, impuls diubah lagi oleh sel-sel amacrin. Dalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan pada pola impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Di bagian lobus occipitalis ini terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua bayangan tadi diolah menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini terjadi kesadaran bahwa objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina adalah: lebih besar, tegak, 3 dimensi dan berwarna-warni.
Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinat yang masuk tidak jatuh pada bagian sentral dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena fosfen. Untuk membuktikan adanya phenomena phosphen dapat dilakukan dengan percobaan Horizontal lines paralel, yaitu dengan melihat balok-balok yang terlihat tidak sejajar karena garis-garis yang berbeda dan arah garis yang berbeda dan juga balok tersebut akhirnya terlihat tidak sejajar, padahal balok tersebut sebenarnya sama lebarnya, karena adanya penipuan dalam fenomena fosfen, membuat balok tersebut terlihat tidak sejajar.
c. Alat yang Digunakan       :   Kertas bergambar balok-balok yang tersusun tidak sejajar.
d. Jalannya Percobaan        :   Buka di dalam komputer/kertas gambar dari Horizontal Lines Paralel dan akan terlihat balok-balok yang tidak sejajar tersebut. Perhatikan balok tersebut dengan saksama apakah ada yang ada dalam balok tersebut, apakah balok-balok tersebut sama lebarnya atau tidak.
e. Hasil Percobaan                :   4.1     Hasil individu: Setelah dilihat maka balok tersebut terlihat sama lebarnya tetapi tidak sejajar.
                                                    4.2     Hasil sebenarnya: Setelah dilihat maka balok tersebut terlihat sama lebarnya tetapi hanya tidak sejajar.
f. Kesimpulan                       :   Mata terkena tipuan dari balok-balok tersebut dikarenakan adanya fenomena fosfen yang ada sehingga mata kita tertipu dengan adanya fenomena tersebut, balok-balok yang terlihat tidak sejajar sebenarnya sama lebarnya. Banyak orang yang sulit untuk menentukan balok tersebut sama atau beda lebarnya, hal ini dikarenakan persepsi kedalaman dari seseorang tersebut kurang terasah sehingga sulit untuk membedakan balok tersebut apakah sama atau tidak lebarnya.
g. Daftar Pustaka                 :   Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                                         Universitas Gunadarma.

V.      Percobaan                             :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                  :   Black Dots
Nama Subjek Percobaan     :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan               :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk membuktikan berapa banyak bulatan hitam yang dapat dilihat dari bulatan-bulatan putih yang terletak disudut kotam hitam.
b. Dasar Teori                       :   Pada retina terdapat dua macam sel reseptor (fotoreseptor), yaitu sel kerucut (sel conus) dan sel batang (bacillus). Jika diurutkan dari arah depan ke belakang,cahaya akan menembus melewati kornea, aqueous humour, lensa, vitreous humour, dan lapisan retina yang mengandung sel kerucut dan sel batang. Pada retina terdapat suatu daerah yang disebut fovea atau bintik kuning yang hanya berisi sel-sel kerucut. Penyebaran sel kerucut dan sel batang pada retina tidak merata. Di bagian tepi (peripher) yang paling jauh dari bintik kuning hanya berisi sel batang.
                                                    Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya.
Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk di kirim ke fissura calcarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan bacillus. Bayangan yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan dua dimensi.
Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut pembentukkan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua, impuls diubah oleh sel horizontal; pada pembentukkan bayangan ketiga, impuls diubah lagi oleh sel-sel amacrin. Dalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan pada pola impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Di bagian lobus occipitalis ini terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua bayangan tadi diolah menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini terjadi kesadaran bahwa objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina adalah: lebih besar, tegak, 3 dimensi dan berwarna-warni.
                                                    Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinat yang masuk tidak jatuh pada bagian sentral dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena fosfen. Untuk membuktikan adanya fenomena fosfen dapat menggunakan tes Black Dots, dimana tujuan dari percobaan Black Dots adalah dengan membuktikan berapa banyak bulatan hitam yang dapat dilihat dari bulatan-bulatan putih yang terletak disudut kotam hitam.
c. Alat yang Digunakan       :   Kertas bergambar kotak-kotak hitam dan ditiap sudut ada bulatan putih.
d. Jalannya Percobaan        :   Amati kertas black dots tersebut dengan saksama dan jelas, fokuskan mata ke satu titik putih lalu hitung berapa banyak titik-titik putih yang berupa menjadi titik-titik hitam dalam satu kertas tersebut. Lalu tulis hasilnya.
e. Hasil Percobaan                :   5.1  Hasil individu: Setelah dilihat dengan fokus pada satu titik putih yang terlihat semua titik putih berubah menjadi titik hitam, jumlah titik putih dalam kertas tersebut adalah 35 titik putih sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah titik hitam juga 35 titik hitam, jumlah yang sama dengan jumlah titik putih. Jadi, jumlah titik hitam tersebut sama dengan jumlah titik putih.
                                                    5.2  Hasil sebenarnya: Setelah dilihat dengan fokus maka jumlah titik hitam adalah tidak terbatas.
f. Kesimpulan                       :   Peristiwa Black Dots adalah untuk menentukan bahwa jumlah titik hitam yang ada dalam titik putih tersebut adalah tidak terhingga dikarenakan adanya fenomena fosfen yang membuat mata kita tertipu dengan fenomena tersebut. Percobaan Black Dots ini apabila dicoba hasil titik hitam yang muncul dari titik putih ini adalah tidak terhingga. Persepsi setiap orang terhadap peristiwa Black Dots ini kemungkinan salah karena perbedaan persepsi dari setiap orang.
g. Daftar Pustaka                 :   Syamsuri, Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA                                        kelas XI semester 2. Jakarta: Penerbit                           Erlangga.
                                                    Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                             Universitas Gunadarma.

VI.    Percobaan                             :   Indera Penglihatan 2
Nama Percobaan                  :   Lingkaran yang sama atau beda.
Nama Subjek Percobaan     :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan               :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk membuktikan dua buah lingkaran putih yang dikelilingi bulatan-bulatan putih yang lebih kecil dan lebih besar adalah sama atau tidak.
b. Dasar Teori                       :   Karakteristik alamiah dari suatu kornea adalah kornea yang membentuk multi lengkungan dan tersusun atas sistematik yang terdiri atas jaringan colagen serta mempunyai indeks bias cahaya yang cukup tinggi, sedangkan karakteristik dari lensa mata adalah bentuk lensa mata yang cembung yang dapat berubah sesuai kebutuhan dari pembiasan cahaya dam di terima, proses ini kemudian disebut dengan proses akomodasi mata.
                                                    Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya.
Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk di kirim ke fissura calcarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan bacillus. Bayangan yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan dua dimensi.
Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut pembentukkan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua, impuls diubah oleh sel horizontal; pada pembentukkan bayangan ketiga, impuls diubah lagi oleh sel-sel amacrin. Dalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan pada pola impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Di bagian lobus occipitalis ini terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua bayangan tadi diolah menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini terjadi kesadaran bahwa objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina adalah: lebih besar, tegak, 3 dimensi dan berwarna-warni.
                                                    Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinat yang masuk tidak jatuh pada bagian sentral dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena fosfen. Untuk membuktikan adanya phenomena phosphen dapat dilakukan dengan percobaan lingkaran yang sama atau beda, dimana pada lingkaran sama atau beda kita akan melihat lingkaran yang dikelilingi dengan lingkaran lagi tetapi pada sebelah kiri ada lingkaran nya kecil sedangkan di sebelah kanan lingkarannya tersebut besar.
Teori Purkinje-Samsom mengenai bayangan menjelaskan bahwa apabila seseorang melihat benda maka akan terjadi 3 bayangan pada mata. Bayangan pertama dibuat oleh kornea, bayangan kedua dibuat oleh lensa kristalina sebelah muka, dan bayangan ketiga dibuat oleh lensa kristalina sebelah belakang. Bayangan kedua lebih besar daripada yang pertama, sedangkan bayangan ketiga lebih kecil dan terbalik.
c. Alat yang Digunakan       :   Kertas bergambar lingkaran putih, yang satu (sebelah kiri) dikelilingi bulatan-bulatan putih yang lebih kecil daripada bulatan putih utama, sedangkan yang satu lagi, lingkaran putih yang ditengah dikelilingi oleh bulatan-bulatan putih yang lebih besar dari lingkaran utama.
d. Jalannya Percobaan        :   Buka halaman lingkaran sama beda melalui komputer atau buat kertas seperti gambar yang ada di dalam komputer tersebut, akan muncul lingkaran yang sebelah kiri dengan lingkaran yang dikelilingi oleh lingkaran yang kecil sedangkan di sebelah kanan akan ada lingkaran yang dikelilingi dengan lingkaran yang besar dan kita fokus ke lingkaran yang ada di tengah tersebut, apakah lingkaran yang berada di dalam lingkaran tersebut ukuran nya sama pada sebelah kiri dan kanan atau sebenarnya ukuran lingkaran tersebut berbeda.
e. Hasil Percobaan                :   6.1     Hasil individu: Hasil dari kedua lingkaran tersebut adalah sama.
                                                    6.2     Hasil sebenarnya: Hasil akhir dari kedua lingkaran tersebut adalah sama.
f. Kesimpulan                       :   Percobaan lingkaran sama beda digunakan untuk membuktikan dua buah lingkaran putih yang dikelilingi bulatan-bulatan putih yang lebih kecil dan lebih besar adalah sama atau tidak. Dimana hasil akhir dari percobaan tersebut adalah sama. Padahal apabila kita melihat lingkaran tersebut tanpa kefokusan akan ada muncul perbedaan ukuran pada kedua lingkaran tersebut, hal ini disebabkan adanya fenomena fosfen yang menganggu proses persepsi kita terhadap lingkaran tersebut. Padahal pada kenyataannya kedua lingkaran tersebut memiliki diameter yang sama.
g. Daftar Pustaka                 :   Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:                                         Universitas Gunadarma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar