Jumat, 31 Mei 2013

INDERA PENGLIHATAN1



LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL
Nama Mahasiswa        : Adam Tirtaputra
NPM                             : 10512115
Tanggal Pemeriksaan : 27 April 2013                   
Nama Asisten  : 1. Yuli R.
                            2. -
Paraf Asisten   :

1.      Percobaan                              :  Indera Penglihatan
Nama Percobaan                   :  Reaksi Pupil
Nama Subjek Percobaan      :  Adilla Prima Insani
Tempat Percobaan                :  Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk mengetahui serta memahami reaksi-reaksi  yang terjadi pada pupil mata.
b. Dasar Teori                        : Perubahan dari diameter pupil sangat dipengaruhi oleh aktivitas/kegiatan dari serabut simpatik dan parasimpatik. Fungsi dari saraf simpatik adalah mengatur pupil dengan efek yang kurang bermakna pada otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap kontraksi akomodasi.
                                                    Reaksi pupil terhadap cahaya berasal dari serabut yang sama dengan serabut rangsang cahaya yang ditangkap oleh conus dan bacillus, yang mengakibatkan sinyal visual ke cortex oxyphital. Serabut simpatik dan parasimpatik pupilomotor. Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung), konvergensi dan meiosis. Jalannya serabut akomodasi seperti serabut simpatis dan parasimpatis cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada retina yang dirasakan oleh cortex oxyphital menimbulkan usaha korektif. Pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi.
                                                         Pupil merupakan suatu celah yang berbentuk seperti lingkaran yang dibentuk oleh iris. Pupil dapat mengecil dan membesar karena adanya akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung akibat kontraksi otot siliaris. Otot siliaris dapat merenggangkan selaput yang dapat menggantungkan lensa.
                                                         Reaksi pupil dapat dilihat dari mengecil dan membesarnya suatu pupil tersebut. Mengecilnya pupil dikarenakan cahaya yaitu lebarnya pupil diatur oleh iris yang sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh mata. Ditempat yang gelap dan intensitas cahayanya kecil maka pupil akan menbesar, agar cahaya dapat lebih banyak masuk kemata. Ditempat yang sangat terang dan intensitas cahayanya cukup tinggi atau besar maka pupil akan mengecil, agar cahaya lebih sedikit masuk kemata untuk menghindari mata agar tidak selalu bereaksi, bila mata diarahkan kesalah satu mata maka pupil akan berkontraksi, kondisi ini dinamakan sebagai reaksi cahaya pupil.
c. Alat yang Digunakan        :   Cermin, senter, dan sedotan
d. Jalannya Percobaan         :   1.1    Reaksi pupil secara langsung: Dengan  menggunakan senter lalu buat pembatas pada mata sebelah kiri dengan mata sebelah kanan, lalu sinarkan senter ke mata sebelah kiri apabila mengecil maka reaksi mata tersebut benar terjadi lalu sebaliknya sinarkan mata ke mata sebelah kanan juga.
                                                   1.2     Reaksi pupil dengan menggunakan sedotan: Dengan menggunakan senter lalu pegang sedotan mengarah ke mata, selanjutnya mata difokuskan melihat ke lubang sedotan dan lihat apakah yang terjadi, senterkan ke mata sebelah kanan dan mata sebelah kiri.
                                                   1.3      Reaksi pupil dengan menggunakan cermin: Dengan menggunakan senter, mata melihat ke cermin dan arahkan senter dengan memantulkan cahaya senter dari cermin tersebut ke mata lalu lihat reaksi pupil yang terjadi karena cahaya dari senter yang dipantulkan tersebut.
e. Hasil Percobaan                :  1.1     Hasil Individu:
                                                   1.1.1             Reaksi pupil secara langsung: Mata praktikan apabila di sinar secara langsung maka pupil akan mengecil cepat sedangkan apabila mata disinari secara tidak langsung maka pupil akan mengecil secara perlahan.

Direct
Indirect
Kiri (+/-)
+
-
Kanan (+/-)
+
-
                                                   
                                                  1.1.2   Reaksi pupil dengan menggunakan sedotan: Mata praktikan apabila disinari dengan senter dengan mata tertuju fokus ke sedotan tersebut mengecil lebih lambat daripada secara langsung karena adanya perantara yaitu sedotan
 1.1.3   Reaksi pupil dengan menggunakan cermin: Mata praktikan apabila disinari dengan senter dengan mata tertuju ke cermin akan mengecil lebih lambat dari secara langsung tetapi lebih cepat daripada fokus ke sedotan.
 1.2      Hasil Sebenarnya:
 1.2.1   Mata yang terkena cahaya tiba-tiba akan mengecil cepat dan iris akan mendekat cepat. Mata yang tidak terkena cahaya secara tiba-tiba pupil akan mengecil lambat dan iris mendekat lambat.
 1.2.2   Pupil mata tergantung iris (semacam otot kecil) sifat iris ada 2: Mendekati jika cahaya masuk terlalu terang dan menjauhi jika cahaya masuk terlalu redup.
 1.2.3   Jika mata tidak siap jika terkena cahaya pupil mengecil secara langsung namun jika siap terkena cahaya pupil mengecil secara perlahan.
f. Kesimpulan                          :  Pupil dapat membesar dan mengecil, mengecil apabila terkena sinar secara langsung tanpa disadari sedangkan mengecil lebih lambat atau perlahan apabila disinari tidak secara langsung dan disadari, sehingga dapat dikatakan mengecilnya suatu pupil tersebut dikarenakan adanya sinar yang menyinari mata tersebut.
g. Daftar Pustaka                   :    Japardi, Iskandar. (2012). Pupil dan        kelainannya. Medan: Universitas Sumatera   Utara.


2.      Percobaan                              :  Indera Penglihatan
Nama Percobaan                   :  Peristiwa Entropis
Nama Subjek Percobaan      :  Adilla Prima Insani
Tempat Percobaan                :  Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :  Untuk melihat bahwa pada mata terdapat eristrosit yang berjalan sepanjang pembuluh darah arteri/vena.
b. Dasar Teori                       :   Pada retina terdapat dua macam sel reseptor (fotoreseptor), yaitu sel kerucut (sel conus) dan sel batang (bacillus). Jika diurutkan dari arah depan ke belakang,cahaya akan menembus melewati kornea, aqueous humour, lensa, vitreous humour, dan lapisan retina yang mengandung sel kerucut dan sel batang. Pada retina terdapat suatu daerah yang disebut fovea atau bintik kuning yang hanya berisi sel-sel kerucut. Penyebaran sel kerucut dan sel batang pada retina tidak merata. Di bagian tepi (perifer) yang paling jauh dari bintik kuning hanya berisi sel batang.
                                                    Sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangatlah peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat di malam hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam.
                                                    Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.  
                                                    Pembuluh darah merupakan bagian dari sistem dalam peredaran darah yang mengangkut darah-darah ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis utama dari pembuluh darah : di dalam arteri, yang membawa darah menjauh dari jantung, kapiler yang memungkinkan pertukaran pada aktual air dan bahan kimia antara darah dan jaringan, dan pembuluh darah dari kapiler kembali ke jantung. Ada dua sumber suplai darah ke retina yaitu arteri retina pusat dan pembuluh darah choroidal. Khoroid menerima aliran darah yang terbesar dan sangat penting untuk pemeliharaan dari retina luar. Karakteristik pembuluh darah arteri, aliran darahnya lebih tebal dan cepat, fungsi: membawah darah dari jantung ke seluruh tubuh. Karakteristik pembuluh darah vena, aliran darahnya lebih lambat dan tipis, fungsi: membawa darah ke jantung.
c. Alat yang Digunakan        :  Senter dan kaca reben.
d. Jalannya Percobaan         :  2.1     Secara langsung: Sinarkan senter ke mata praktikan dimana praktikan tersebut melirik mata ke sebelah kiri/kanan dan bagian yang di senter tersebut merupakan bagian sebaliknya dari arah lirikan dari praktikan tersebut
                                                    2.2     Dengan kaca reben: Sinarkan senter ke mata praktikan dimana mata praktikan tersebut melirik mata ke sebelah kiri/kanan dan bagian yang di senter tersebut merupakan bagian sebaliknya dari arah lirikan dari praktikan tersebut serta dihalangi oleh kaca reben dalam menyinarkan senter ke mata.
e. Hasil Percobaan                 :  2.1      Hasil individu:
                                                   2.1.1  Secara langsung: Mata yang sinarkan secara langsung dengan mata praktikan menghadap ke kiri/kanan dan di senter sebaliknya maka akan terlihat eritrosit yang mengalir di sclera.
                                                   2.1.2  Dengan kaca reben: Mata yang sinarkan secara langsung dengan mata praktikan menghadap ke kiri/kanan dan di senter sebaliknya maka akan terlihat eritrosit yang mengalir di sklera. Tetapi karena adanya kaca reben membuat aliran darah tersebut tidak terlihat begitu jelas.
                                                   2.2     Hasil sebenarnya:
                                                   2.2.1  Jika praktikan melirik ke kiri dari arah kanan mata di senter/sebaliknya maka pada retina akan terlihat pembuluh arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh disebut juga pembuluh nadi), vena (pembuluh balik) yang bergerak sehingga pada retina terlihat merah.
                                                   2.2.2  Karakteristik pembuluh darah arteri, aliran darahnya lebih tebal dan cepat, fungsi: membawah darah dari jantung ke seluruh tubuh. Karakteristik pembuluh darah vena, aliran darahnya lebih lambat dan tipis, fungsi: membawa darah ke jantung.
f. Kesimpulan                        :  Apabila mata praktikan di senter bagian skleranya dimana mata praktikan melirik ke kiri/kanan akan terlihat aliran darah dari pembuluh darah didalam retina yang menunjukkan adanya pembuluh darah dalam retina . Dan juga akan terlihat titik – titik putih yang bergerak menunjukkan adanya aliran darah didalam capiler didalam retina.
g. Daftar Pustaka                  :  Syamsuri, Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA                                                                 kelas XI semester 2. Jakarta: Penerbit                                                                         Erlangga.
Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:     Universitas Gunadarma.

3.      Percobaan                              :  Indera Penglihatan
Nama Percobaan                   :  Visus/Ketajaman penglihatan
Nama Subjek Percobaan      :  Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan                :  Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan            :     Untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang.
b. Dasar Teori                         : Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah: Sifat fisis mata yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek, dan mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang dapat menyebabkan ametropia. Myopi: sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka retina, sehingga bayangan kabur yang disebabkan oleh axis terlalu panjang dan kekuatan refraksi lensa terlalu kuat. Hypermetropia: sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomodasi akan memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabus, yang disebabkan oleh axis bola mata terlalu pendek dan kekuatan refraksi lensa kurang kuat. Astigmatisma: kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk bujur). Faktor stimulus juga berpengaruh yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwarna komplementernya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya. Faktor retina juga berpengaruh, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
                                                    Untuk mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang menyatakan perbandingan 2 jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman penglihatan seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek digunakan optotype snellen yang rumusnya adalah sebagai berikut:
                                 V =d/D
                          Keterangan:
                          V = Ketajaman penglihatan (Visus).
                          d  = Jarak dari mata subjek dengan Optotype.
                         D = Jarak yang dapat dilihat oleh mata normal.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw_uIabbztIxg4T16KHuE-9V-HQejbhy9uEjx5WZCmktFmwQHFixF7MekucRS8jmScNxu-EwEjJgmcp05QcMOFmsTSiQb_tnpVapVCo6DmssbVItpZUTchVOamQvAtyhO5Mjl6qW2PK2Ho/s320/snelleneyechart.jpg                            Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.













Sumber: http//id.wikipedia.org/optotypesnellen/
 
 
                                                   
                                                    Visus berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi seperti yang telah disebutkan di atas, adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan relaksasi menyebabkan pengurangan kekuatan. Akomodasi memiliki batas maksimum, jika benda yang telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik terdekat yang masih dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP).
                                                    Makin tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga berkurang dan daya mencembung juga berkurang yang disebut sebagai Presbyopia. Berkurangnya elastisitas oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya pengapuran. Endapan-endapan kapur ini menghambat elastisitas mata. Kalsifikasi (pengapuran) ini juga dapat menyebabkan katarak pada kornea. Jarak terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah tidak terbatas. Kondisi ini disebut dengan punctum remotum (PR).
                                                    Dalam akomodasi ini juga terdapat Amplitudo Akomodasi (AA), yaitu jarak benda yang dapat dilihat jelas yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan kekuatan refraksi statis (PR).
c. Alat yang Digunakan        :  Optotype Snellen
d. Jalannya Percobaan         :   Subjek berdiri 3,5 meter dari alat Optotype Snellen lalu mata lurus kedepan ke arah alat yang digunakan dan melakukan test terhadap mata subjek sambil menutup sebelah matanya kemudian lihat hasil reaksi dan hasilnya.
e. Hasil Percobaan                :  3.1     Hasil Individu: Setelah diperiksa dengan alat Optotype Snellen hasil dari kedua mata adalah:
                                                              Kanan: 15, V=d/D : V=3,5/15
                                                              Kiri: 15, V=d/D : V=3,5/15
                        3.2    Hasil Sebenarnya: V =d/D
        Keterangan:
        V = Ketajaman penglihatan (Visus)
        d  = Jarak dari mata subjek dengan Optotype
        D = Jarak yang bisa dilihat oleh mata normal
f. Kesimpulan                       :   Semakin kecil (D) yang didapat dari subjek maka mata subjek tersebut semakin jelas/tajam sedangkan sebaliknya, apabila semakin kecil (D) yang didapat dari subjek maka mata subjek tersebut semakin buruk/tidak tajam dalam penglihatannya. Ketajaman penglihatan seseorang dalam bola mata dan sensitivitas dari interpretasi di dalam otak. Untuk menghasilkan suatu detail penglihatan, sistem optik pada mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea. Ketajaman visus sangatlah dipengaruhi oleh pupil.
g. Daftar Pustaka                 :   Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:     Universitas Gunadarma.

4.      Percobaan                              :   Indera Penglihatan
Nama Percobaan                  :   Membedakan warna dan pencampuran warna  secara subjektif.
Nama Subjek Percobaan      :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan                :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk mengetahui apakah seseorang dapat  membedakan warna/buta warna.
b. Dasar Teori                       :   Penglihatan warna sangatlah dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.  
                                                    Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
                                                    Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu: Conus yang menerima warna hijau, merah dan biru. Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75:13:0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0:14:86; untuk sensasi jingga tua-kuning, kelompok rasionya 100:50:0; untuk sensasi hijai, kelompok rasionya 50:85:15, demikian seterusnya.
                                                    Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna yang mempengaruhi total maupun sebagian kemampuan individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata, antara lain: yang pertama, Akromatisme, adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Yang kedua, Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau.
                                                    Untuk menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat dilakukan dengan berbagai macam tes, antara lain yang pertama, Tes Holmgren, yaitu tes kemampuan membedakan warna (caranya, pemeriksa mengambil sekumpulan benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna hijau, merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk mencari gulungan benang yang warnanya sama). Yang kedua, Tes Isihara (Jepang) dan Tes Stilling (Jerman), yaitu lukisan angka dan huruf dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna. Angka-angka huruf-huruf dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang bermacam-macam pula warnanya. Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf dan gambar tersebut.
c. Alat yang Digunakan       :   Kaca biasa, benang wol berbagai warna dan kertas berwarna hijau, merah, kuning dan biru.
d. Jalannya Percobaan        :  4.1     Pencampuran kertas warna: Sediakan kertas warna dan kaca reben lalu selanjutnya buat pembatas antara 2 kertas warna dengan menggunakan kaca reben tersebut dimana kita harus menemukan pencampuran dari kedua warna yang kita ingin lihat hasil dari pencampuran warna tersebut.
                                                 4.2     Holmgren: Sediakan benang wol, lalu selanjutnya pemeriksa mengambil sekumpulan dari benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna hijau, merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk mencari gulungan benang dengan warna yang sama.
e. Hasil Percobaan                 :   4.1     Hasil Individu:
                                                    4.1.1 Pencampuran kertas warna: Pencampuran   warna antara warna: Biru dan merah menghasilkan warna ungu, merah dan kuning menghasilkan warna orange, kuning dan biru menghasilkan warna hijau.
                                                    4.1.2 Holmgren: Hasil benar dari memilih warna dari benang wol tersebut adalah 5.
                                                    4.2     Hasil sebenarnya:
                                                    4.2.1  Pencampuran kertas warna:
                                                              Merah + biru = ungu
                                                              Kuning + merah = orange
                                                              Kuning + biru = hijau
                                                    4.2.2  Holmgren: Nama lain dari uji buta warna dengan benang wol.
f. Kesimpulan                       :   Dalam percobaan ini orang dengan mata yang normal dapat melihat dan membedakan warna secara utuh. Sehingga orang dengan mata normal akan mendapatkan benar 5 untuk test Holmgren dan dapat membedakan antara pencampuran dari warna yang menjadi bahan pengujian tersebut.
g. Daftar Pustaka                  :   Syamsuri, Istamar. (2007). Biologi – untuk SMA                                                                kelas XI semester 2. Jakarta: Penerbit                                                                         Erlangga.
Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:     Universitas Gunadarma.

5.      Percobaan                              :   Indera Penglihatan
Nama Percobaan                   :   Diplopia
Nama Subjek Percobaan      :   Adam Tirtaputra
Tempat Percobaan                :   Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan           :   Untuk membuktikan terjadinya diplopia atau adanya titik-titik disparat yang memberikan kesan rangkap.
b. Dasar Teori                       :   Penglihatan rangkap adalah persepsi kedalaman pada alat visual yang dapat berfungsi menentukan jarak. Penentuan jarak dengan penglihatan rangkap memerlukan penglihatan binokuler, yaitu suatu penglihatan optimal yang terjadi bila bayangan yang diterima mata sangat jelas kedua fovea centralis, yang secara simultan dikirim ke susunan saraf pusat, kemudia diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal.
                                                    Jadi, dengan kata lain bahwa syarat penglihatan binokuler adalah visus yang baik, kerja otot-otot entrinsik yang normal, dan susunan saraf pusat yang tidak ada kelainan. Dengan penglihatan binokuler, seseorang dapat menentukan atau merasakan jarak. Karena jarak satu mata dengan tepi mata berbeda kurang lebih 2 inci lebih pendek, bayangan pada kedua retina berbeda satu sama lain, yaitu suatu benda yang terletak 1 inci di depan batang hidup membentuk bayangan pada bagian temporal retina tiap mata, sedangkan benda kecil pada 20 kaki di depan hidung mempunyai bayangan pada titik-titik yang sangat bersesuaian di bagian tengah mata.
                                                    Jenis paralaks yang memperlihatkan bayangan sebuah bintik hitam dan sebuah bujur sangkar, misalnya sebenarnya terbalik pada retina karena jarak mereka di depan mata berbeda. Ini memberikan sejenis paralaks yang selalu ada bila kedua mata sedang digunakan. Paralaks binokuler atau 3 dimensi ini hampir 100% memberikan kemampuan yang lebih besar untuk menilai jarak relatif jika dibandingkan dengan 1 mata, tetapi perlu diingat bahwa penglihatan 3 dimensi ini sebenarnya tidak berguna untuk persepsi kedalaman pada jarak lebih dari 200 kaki.
                                                    Penglihatan rangkap ini selain membutuhkan penglihatan binokuler juga memerlukan titik di sparat dan titik identik. Titik-titik identik (sejajar) adalah titik di dalam kedua retina yang menghasilkan penglihatan bila dirangsang oleh satu benda, sedangkan titik disparat merupakan titik-titik pada kedua retina yang tidak sejajar, sehingga bayangan bisa terlihat kembar akibat bayangan-bayangan jatuh tidak pada titik yang sama pada kedua retina. Objek di luar mata yang terlihat sebagai kembar inilah yang disebut sebagai diplopia. Diplopia terjadi akibat kesan dobel (kembar) yang ditimbulkan oleh titik-titik disparat tersebut. Diplopia terjadi bila ada supresi pada pelupuk mata sehingga tidak berlangsung penglihatan binokuler normal.
c. Alat yang Digunakan        :   Bolpoin/batang/benda lain dengan bentuk teratur.
d. Jalannya Percobaan        :   Praktikan menekan mata di bagian kelopak mata lalu lihat suatu benda/bolpoin, maka benda tersebut akan memiliki kesan rangkap.
e. Hasil Percobaan                :  5.1     Hasil individu: Benda terlihat menjadi rangkap.
                                                    5.2     Hasil sebenarnya: Benda terkesan menjadi rangkap.
f. Kesimpulan                       :   Bolpoin yang tadinya kita lihat hanya satu setelah mata ditekan dengan satu jari melalui kelopak mata yang berada di mata kita. Bolpoin tersebut akan kelihatan menjadi dua/rangkap. Hal ini dikarenakan titik-titik disparat atau (fovea nasalis) diganggu, sehingga hasilnya adalah akan adanya pergeseran letak di bintik kuning/fovea nasalis saat kelopak mata di tekan.
g. Daftar Pustaka                 :   Puspitawati, Ira. (1998). Psikologi faal. Depok:     Universitas Gunadarma..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar